
Pantau - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, melontarkan kritik keras terhadap para pemimpin Barat yang dinilai bungkam terhadap perang Israel di Gaza.
Dalam pidatonya di hadapan anggota parlemen Turki, Erdogan menuduh kepala negara dan pemerintahan Eropa terlibat dalam kebrutalan Israel melalui sikap diam mereka.
"Kepala negara dan pemerintah Eropa, karena kebungkaman anda, anda terlibat dalam vampirisme Israel," ujar Erdogan, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam Erdogan terhadap respons internasional yang dianggapnya tidak memadai terhadap konflik yang terus berkecamuk di Gaza.
Erdogan juga menyampaikan kritik tajam terhadap PBB. Ia mempertanyakan efektivitas lembaga internasional tersebut dalam mencegah kekerasan yang ia sebut sebagai ‘genosida’ di abad ke-21.
"PBB bahkan tidak bisa melindungi stafnya sendiri. Apa lagi yang anda tunggu untuk bertindak? Semangat PBB mati di Gaza," tegasnya.
Sebagai salah satu kritikus paling vokal terhadap kebijakan Israel di Gaza, Erdogan tidak segan menyebut Israel sebagai 'negara teror'.
Langkah-langkah yang diambil Turki di bawah kepemimpinannya termasuk memberlakukan pembatasan perdagangan dengan Israel sebagai bentuk protes terhadap aksi militer Israel yang dianggap brutal.
Sementara itu, di Amerika Serikat, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, John Kirby, mengakui bahwa posisi Israel semakin terisolasi di panggung internasional.
Kirby menyatakan keprihatinannya atas dampak agresi militer Israel di Gaza dan Rafah terhadap hubungan internasionalnya.
"Ini merupakan keprihatinan, jelas karena ini bukan kepentingan terbaik Israel dan bukan kepentingan terbaik kami untuk Israel menjadi semakin terisolasi di panggung dunia," ujar Kirby.
Kritik Erdogan ini menambah tekanan diplomatik pada Israel di tengah meningkatnya ketegangan di Gaza.
Sikap tegas Turki di bawah Erdogan mencerminkan upaya negara tersebut untuk memainkan peran yang lebih besar dalam diplomasi internasional, terutama dalam isu-isu yang menyangkut dunia Muslim.
- Penulis :
- Aditya Andreas
- Editor :
- Sofian Faiq