
Pantau - Kelompok bersenjata kembali serang ibu kota Haiti, Selasa (25/2/2025) dini hari waktu setempat, menewaskan warga dan paksa penduduk melarikan diri dari kekejaman.
Baca juga:
Sejuta Lebih Warga Haiti Mengungsi Akibat Kekerasan Geng
Serangan terbaru ini kembali menunjukkan betapa gawatnya situasi keamanan di negara Karibia tersebut. Lebih dari 1 juta warga Haiti—hampir 10 persen populasi—telah mengungsi akibat konflik berkepanjangan, di mana kelompok bersenjata yang terorganisir memperluas kendali mereka atas ibu kota dan kawasan sekitarnya.
"Kami tidak tidur sejak kemarin lusa karena semua orang panik," kata Alex Josue, warga setempat yang memprediksi sekitar 15 orang tewas dalam serangan tersebut.
Josue pun membeberkan kekejaman dari serangan kelompok brutal tersebut. "Saya punya teman yang jual daging di Pasar Delmas 30 dan mereka membakarnya di depan anaknya," ungkap Josue.
Baca juga:
Serangan Brutal Geng Bersenjata Tewaskan 3 Wartawan di Haiti
"Seorang wanita yang tinggal dekat dengan saya dibawa bersama anaknya, lalu mereka dibakar," imbuhnya.
Rosy Auguste Ducena, Direktur Program RNDDH, kelompok hak asasi manusia (HAM) setempat, menyatakan organisasinya belum bisa memastikan jumlah korban tewas, namun ada banyak laporan tentang pembunuhan, penembakan, dan pembakaran rumah.
"Menurut informasi yang kami terima, geng bersenjata mengamuk. Mereka menyerang beberapa daerah sekaligus dengan pola yang sama: pembunuhan, pembakaran, penembakan, pemerkosaan, dan sebagainya," jelas Ducena.
Baca juga:
PBB soal Penembakan di Haiti: 70 Orang Tewas oleh Senapan Otomatis
Di Pasar Delmas 30, warga melarikan diri sambil membawa kasur dan barang-barang lain di atas kepala mereka. Seorang pria bahkan terlihat mendorong jenazah dengan gerobak.
Situasi ini membuat warga semakin putus asa, sampai-sampai ada yang memohon kepada Jimmy Cherizier, mantan polisi yang kini memimpin koalisi geng Viv Ansanm.
"Penduduk melarikan diri, mereka tidak tahu harus ke mana. Apa salah kami?" ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. REUTERS
- Penulis :
- Khalied Malvino