billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Geopolitik

Gen-Z China Ubah Cara Membaca: Dari Buku Audio hingga Video Penjelasan Novel Klasik

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Gen-Z China Ubah Cara Membaca: Dari Buku Audio hingga Video Penjelasan Novel Klasik
Foto: (Sumber: Seorang anak mencoba perangkat di perpustakaan provinsi Guizhou di Guiyang, Provinsi Guizhou, China barat daya, 21 April 2024. ANTARA/Xinhua/Luo Fei)

Pantau - Generasi Z di China (lahir antara 1995–2009) tengah mendefinisikan ulang cara menikmati literatur. Mereka bukan hanya membaca, tetapi juga mendengarkan, menonton, dan berdiskusi secara daring. Dengan ponsel di tangan dan earbud di telinga, pengalaman membaca mereka menjadi personal, fleksibel, dan sangat digital.

Li Zining, salah satu pembaca Gen-Z, menikmati novel The Three-Body Problem dalam bentuk buku audio saat berada di kereta bawah tanah.

"Baru saja mulai tertarik dengan fiksi ilmiah, jadi saya mulai dengan karya-karya klasik," ujarnya.

Li mengaku sering mendengarkan buku audio saat memasak atau berlari, dan tanpa sadar telah menyelesaikan beberapa buku tebal berkat medium ini.

Buku Tak Lagi Hanya Dibaca — Tapi Juga Didengar dan Ditonton

Data menunjukkan bahwa hampir 20% populasi China kini terdiri dari Gen-Z, dan mereka lebih memilih mengunduh e-book ke perangkat mereka dibandingkan pergi ke toko buku.

Mereka aktif membaca literatur daring, membagikan ulasan dan anotasi di media sosial, mengikuti narablog buku, hingga mencari teman baca untuk berdiskusi bersama.

Di platform WeChat Reading, sekitar 6,56 juta pengguna aktif bulanan berasal dari kalangan Gen-Z — sekitar 46% dari total pengguna.

Sementara di Zhangyue (iReader), Gen-Z mencakup sepertiga pengguna aktif, dengan waktu rata-rata membaca 120 menit per hari.

Chen Wenting, seorang pengguna aktif aplikasi membaca, menilai e-book menawarkan fleksibilitas dan efisiensi biaya.

Survei dari Chinese Academy of Press and Publication (CAPP) juga mengungkap bahwa 38,5% warga dewasa di China menggunakan buku audio sebagai media membaca pada tahun lalu.

Anak muda kini tidak hanya membaca, tetapi juga menikmati cerita lewat interpretasi orang lain.

Cheng Nan, mahasiswa universitas, mengaku lebih tertarik menonton video penjelasan novel klasik One Hundred Years of Solitude dibanding membacanya langsung.

"Saya agak sulit mengumpulkan keberanian untuk membaca karya klasik seperti itu, tetapi video penjelasannya cukup menarik," katanya.

Video-video di platform seperti Bilibili dan Douyin kini menyajikan rangkuman cerita lengkap dengan latar belakang, wawasan tambahan, ilustrasi animasi, dan cuplikan adaptasi TV.

Sebuah cuplikan video novel White Deer Plain di media sosial bahkan menembus 20 juta penayangan, melebihi angka penjualan kebanyakan buku cetakan pertama.

Tahun 2024, jumlah video bacaan berdurasi lebih dari lima menit di Douyin melonjak 336% secara tahunan, dengan penayangan naik 137%, dan share konten naik 518%.

Membaca Jadi Aktivitas Sosial, Penerbit Pun Ikut Berbenah

Sebagian pembaca Gen-Z juga menjadikan membaca sebagai kegiatan sosial.

Xiao Xia, mahasiswa lainnya, mengatakan bahwa membaca bersama teman membantu menjaga konsistensi dan membuka perspektif baru.

Fitur sosial di WeChat Reading memungkinkan pengguna menyorot kalimat tertentu, mencatat pemikiran, dan membaca komentar dari pengguna lain.

Chen Wenting mengakui bahwa melihat komentar pembaca lain membuat buku tebal menjadi lebih menarik dan mudah dipahami.

Penerbit konvensional kini tak tinggal diam.

Mereka mulai memanfaatkan big data untuk menargetkan audiens, serta meluncurkan buku melalui siaran langsung (livestreaming).

"Kita berada di masa krusial dalam mendefinisikan ulang bentuk produk dan aturan industri," ujar Huang Zhijian, Ketua China Publishing Group.

"Inti dari industri penerbitan adalah berbagi pengetahuan, yang seharusnya tidak terbatas pada buku fisik," tambahnya.

Cong Ting, profesor dari Universitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Shanghai, menegaskan bahwa sektor penerbitan harus aktif menggunakan teknologi baru agar konten berkualitas lebih mudah diakses dan dipahami oleh generasi muda.

Penulis :
Aditya Yohan