
Pantau - Kazakhstan dikabarkan akan bergabung dalam Abraham Accords, perjanjian normalisasi hubungan dengan Israel yang pertama kali digagas oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Kabar ini dilaporkan oleh media Axios dan dikutip oleh kantor berita Turki Anadolu pada Jumat, 7 November 2025.
Menurut laporan tersebut, Steve Witkoff—utusan khusus Presiden AS Donald Trump—mengungkapkan bahwa akan ada satu negara tambahan yang akan masuk dalam perjanjian ini, meski tidak menyebutkan nama negara secara eksplisit.
Seorang pejabat AS yang berbicara secara anonim kepada Axios menyebut bahwa negara yang dimaksud adalah Kazakhstan.
Hubungan Sudah Ada Sejak 1992, Kini Diperkuat Melalui Abraham Accords
Kazakhstan sebenarnya telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sejak tahun 1992.
Namun, keikutsertaan dalam Abraham Accords dianggap sebagai bentuk penguatan dan komitmen baru dalam hubungan bilateral tersebut.
“Ini akan menunjukkan bahwa Abraham Accords adalah forum yang diminati banyak negara untuk bergabung, dan akan menjadi upaya untuk mengakhiri perang di Gaza serta langkah menuju perdamaian dan kerja sama yang lebih luas di kawasan,” ujar salah satu sumber diplomatik kepada Axios.
Donald Trump dijadwalkan menjamu para pemimpin dari lima negara Asia Tengah — Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Kyrgyzstan — dalam sebuah jamuan makan malam resmi di Gedung Putih pada Kamis malam waktu Washington.
Belum dipastikan apakah pengumuman resmi soal bergabungnya Kazakhstan dalam Abraham Accords akan dilakukan dalam acara tersebut.
Bergabung di Tengah Memburuknya Hubungan Israel dan Dunia Internasional
Abraham Accords merupakan perjanjian yang diluncurkan pada masa kepresidenan pertama Donald Trump untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara mayoritas Muslim.
Hingga saat ini, empat negara yang telah menandatangani perjanjian tersebut adalah Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan.
Rencana Kazakhstan untuk bergabung datang di tengah memburuknya hubungan diplomatik antara Israel dan banyak negara di dunia akibat konflik yang telah berlangsung dua tahun di Jalur Gaza.
Perang tersebut telah menyebabkan hampir 70.000 warga Palestina tewas.
Sebagai bentuk respons terhadap tindakan Israel, sejumlah negara telah memutus hubungan diplomatik dengan Tel Aviv atau mengakui Palestina sebagai negara berdaulat secara sepihak.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf








