
Pantau - Pemerintah Mesir menyerukan penempatan segera pasukan stabilisasi internasional di sepanjang garis kuning di Jalur Gaza guna memverifikasi pelaksanaan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Seruan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, pada Sabtu (6 Desember 2025), di tengah situasi di mana Israel masih menduduki lebih dari 50 persen wilayah Gaza meski telah disepakati perjanjian gencatan senjata.
Garis kuning merupakan batas pemisah antara zona penempatan militer Israel dan area yang diperbolehkan untuk dilewati warga Palestina.
Desakan untuk Pemantau Perdamaian dan Kedaulatan Palestina
Dalam forum internasional Doha Forum 2025, Abdelatty menegaskan bahwa kehadiran pemantau internasional diperlukan karena pelanggaran gencatan senjata terus terjadi.
"Satu pihak, yaitu Israel, setiap hari melanggar gencatan senjata dan mengklaim pihak lain yang melakukan pelanggaran," ungkapnya.
Mesir mendorong agar mandat pasukan internasional tersebut bersifat menjaga perdamaian (peacekeeping), bukan memaksakan perdamaian (peace enforcement).
Abdelatty menekankan bahwa stabilisasi kondisi gencatan senjata harus menjadi prioritas utama sebelum melangkah ke fase lanjutan dari rencana perdamaian.
"Sekarang kita harus mengonsolidasikan gencatan senjata untuk segera bergerak ke fase kedua rencana perdamaian Trump," tegasnya.
Ia juga menyatakan bahwa rakyat Palestina harus memiliki kendali atas urusan mereka sendiri.
Menurutnya, Jalur Gaza dan Tepi Barat merupakan bagian integral dari negara Palestina yang merdeka.
Solusi Permanen dan Peran Otoritas Palestina
Dalam pernyataannya, Abdelatty menegaskan bahwa Otoritas Palestina harus mendapatkan kewenangan penuh dan kembali ditempatkan di Jalur Gaza.
Ia memperingatkan bahwa tanpa pembentukan negara Palestina, tidak akan ada solusi jangka panjang, keamanan, atau stabilitas berkelanjutan bagi Israel maupun kawasan Timur Tengah.
"Semua solusi lain hanya akan menjadi solusi sementara," ujarnya.
- Penulis :
- Gerry Eka







