
Pantau – Penundaan Pemilu 2024 dinilai Komnas HAM melanggar hak konstitusional rakyat. Untuk itu, Komnas HAM menolak adanya penundaan Pemilu 2024.
"Jadi karena Pemilu sudah diatur di konstitusi di pasal 22E (UUD 1945) setiap 5 tahun sekali, di situlah seluruh warga negara dengan satu suara dengan nilai yang sama harusnya dipergunakan 5 tahun sekali secara reguler. Tapi dengan adanya putusan itu, maka hak konstitusional warga negara yang harusnya dipergunakan setiap 5 tahun sekali itu berpotensi untuk terabaikan," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).
Sebab, menurut dia dengan penundaan Pemilu, hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang dipilih secara langsung akan terabaikan. dia juga menyebut jika ada penundaan Pemilu, maka akan ada kekosongan pemimpin.
"Begitu ada penundaan kan ada kekosongan kekuasaan karena masa jabatan presiden habis, nah pemerintah yang memerintah setelah masa jabatan presiden habis itu kan tidak terpilih melalui proses yang demokratis, padahal hak rakyat adalah mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses yang demokratis," ungkapnya.
Pramono khawatir akan ada kerusuhan di masyarakat jika penundaan Pemilu tetap dilaksanakan. Sebab, dia mengatakan rakyat akan merasa haknya dirampas ketika ada penundaan Pemilu.
"Dengan adanya penundaan Pemilu, maka berpotensi ini situasinya menjadi tidak stabil, menimbulkan instabilitas politik keamanan, instabilitas ini lah situasi pemerintahan yang tidak stabil dan segala macam itu yang akan mengganggu jalannya pemerintahan, dan itu berpotensi menimbulkan kerusuhan massal, lalu pergolakan di tingkat daerah," ujar dia.
Karena itu, Pramono tetap mendukung penuh KPU RI untuk melakukan banding terhadap putusan PN Jakpus. Dia mengatakan KPU harus berupaya semaksimal mungkin, agar Pemilu tetap dilaksanakan 5 tahun sekali.
"Putusan pengadilan apapun harus dihormati, tetapi kan masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan KPU, maka KPU harus melakukan upaya banding sampai upaya terakhir yang bisa dilakukan," ujar dia.
"Jadi kami setuju KPU melakukan upaya banding dan upaya berikutnya jika nanti tidak (dimenangkan), masih tetap dikalahkan KPU, upaya lain masih tetap bisa ditempuh," imbuhnya.
"Jadi karena Pemilu sudah diatur di konstitusi di pasal 22E (UUD 1945) setiap 5 tahun sekali, di situlah seluruh warga negara dengan satu suara dengan nilai yang sama harusnya dipergunakan 5 tahun sekali secara reguler. Tapi dengan adanya putusan itu, maka hak konstitusional warga negara yang harusnya dipergunakan setiap 5 tahun sekali itu berpotensi untuk terabaikan," kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI Pramono Ubaid Tanthowi kepada wartawan, Selasa (7/3/2023).
Sebab, menurut dia dengan penundaan Pemilu, hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang dipilih secara langsung akan terabaikan. dia juga menyebut jika ada penundaan Pemilu, maka akan ada kekosongan pemimpin.
"Begitu ada penundaan kan ada kekosongan kekuasaan karena masa jabatan presiden habis, nah pemerintah yang memerintah setelah masa jabatan presiden habis itu kan tidak terpilih melalui proses yang demokratis, padahal hak rakyat adalah mendapatkan pemimpin yang dipilih melalui proses yang demokratis," ungkapnya.
Pramono khawatir akan ada kerusuhan di masyarakat jika penundaan Pemilu tetap dilaksanakan. Sebab, dia mengatakan rakyat akan merasa haknya dirampas ketika ada penundaan Pemilu.
"Dengan adanya penundaan Pemilu, maka berpotensi ini situasinya menjadi tidak stabil, menimbulkan instabilitas politik keamanan, instabilitas ini lah situasi pemerintahan yang tidak stabil dan segala macam itu yang akan mengganggu jalannya pemerintahan, dan itu berpotensi menimbulkan kerusuhan massal, lalu pergolakan di tingkat daerah," ujar dia.
Karena itu, Pramono tetap mendukung penuh KPU RI untuk melakukan banding terhadap putusan PN Jakpus. Dia mengatakan KPU harus berupaya semaksimal mungkin, agar Pemilu tetap dilaksanakan 5 tahun sekali.
"Putusan pengadilan apapun harus dihormati, tetapi kan masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan KPU, maka KPU harus melakukan upaya banding sampai upaya terakhir yang bisa dilakukan," ujar dia.
"Jadi kami setuju KPU melakukan upaya banding dan upaya berikutnya jika nanti tidak (dimenangkan), masih tetap dikalahkan KPU, upaya lain masih tetap bisa ditempuh," imbuhnya.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah