
Pantau - DPR RI telah menutup masa persidangan V tahun 2022-2023 dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (13/7/2023).
Selama masa persidangan kali ini, DPR RI sama sekali tidak menyinggung, apalagi membahas tentang RUU Perampasan Aset yang ditunggu publik.
Padahal, pemerintah telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU Perampasan Aset kepada pimpinan DPR RI sejak 4 Mei 2023 lalu.
Namun, berulang kali Surpres RUU Perampasan Aset sama sekali tidak pernah dibacakan dalam rapat paripurna DPR RI pada masa sidang kelima ini.
Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua mengaku heran dengan hal tersebut. Ia membandingkan dengan sejumlah UU lainnya yang bisa disahkan dengan begitu cepat.
Menurutnya, posisi DPR saat ini hanya sebagai 'cap stempel' dari sejumlah kebijakan yang menguntungkan pemerintah.
"Jadi wajar saja kalau DPR beralasan, setahun hanya bisa bahas dua UU. Padahal UU Minerba, amandemen UU KPK, UU Cipta Kerja disahkan dalam waktu relatif singkat," kata Abdullah, Kamis (13/7/2023).
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar mencurigai adanya hambatan dari internal DPR RI tentang pembahasan RUU Perampasan Aset yang tak kunjung dimulai.
Ia mengatakan, jika RUU Perampasan Aset disahkan, maka beleid itu sangat membantu penegak hukum untuk menyita aset dari para pelaku kejahatan yang merugikan negara.
"UU Perampasan Aset akan mempercepat pengembalian hasil kejahatan yang merugikan negara, karena itu mendapat hambatan internal sepertinya," ujar Fickar.
Selama masa persidangan kali ini, DPR RI sama sekali tidak menyinggung, apalagi membahas tentang RUU Perampasan Aset yang ditunggu publik.
Padahal, pemerintah telah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) terkait RUU Perampasan Aset kepada pimpinan DPR RI sejak 4 Mei 2023 lalu.
Namun, berulang kali Surpres RUU Perampasan Aset sama sekali tidak pernah dibacakan dalam rapat paripurna DPR RI pada masa sidang kelima ini.
Stempel pemerintah
Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua mengaku heran dengan hal tersebut. Ia membandingkan dengan sejumlah UU lainnya yang bisa disahkan dengan begitu cepat.
Menurutnya, posisi DPR saat ini hanya sebagai 'cap stempel' dari sejumlah kebijakan yang menguntungkan pemerintah.
"Jadi wajar saja kalau DPR beralasan, setahun hanya bisa bahas dua UU. Padahal UU Minerba, amandemen UU KPK, UU Cipta Kerja disahkan dalam waktu relatif singkat," kata Abdullah, Kamis (13/7/2023).
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Fickar Hadjar mencurigai adanya hambatan dari internal DPR RI tentang pembahasan RUU Perampasan Aset yang tak kunjung dimulai.
Ia mengatakan, jika RUU Perampasan Aset disahkan, maka beleid itu sangat membantu penegak hukum untuk menyita aset dari para pelaku kejahatan yang merugikan negara.
"UU Perampasan Aset akan mempercepat pengembalian hasil kejahatan yang merugikan negara, karena itu mendapat hambatan internal sepertinya," ujar Fickar.
- Penulis :
- Aditya Andreas










