
Pantau - KPK gagal memboyong Paulus Tannos pulang ke Indonesia lantaran tersangka kasus suap e-KTP ini sudah berubah nama.
"Karena memang namanya berbeda, kewarganegaraannya berbeda. Tentu otoritas negara yang kami datangi dan ketika melakukan penangkapan itu tidak membolehkan untuk membawanya," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (11/8/2023).
Sebagai informasi, Paulus Tannos menjadi buronan sejak tahun 2019. Tersangka diam-diam mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po.
Perbahan nama dan kewarganegaraan Paulus Tannos ini merupakan upaya menggagalkan penangkapan KPK. Buronan KPK ini sebelumnya sempat terdeteksi keberadaannya di Thailand.
"Karena memang seperti itu hukum hubungan internasional. Hubungan dengan negara lain kan tergantung dari otoritas negara tersebut karena melakukan penangkapan di negara lain kan kita tidak bisa semena-mena seperti halnya konteksnya menangkap di negara sendiri, di wilayah hukum sendiri. Ini kan di wilayah hukum lain. Oleh karena itu dengan identitas yang berbeda tentu kan tidak boleh dibawa," katanya.
Tersangka kabarnya berganti nama dan kewarganegaraan. Diduga pergantian paspornya ini dilakukan sebuah wilayah di Afrika Selatan.
"Yang bersangkutan sudah berganti identitasnya dan paspor negara lain di wilayah Afrika Selatan," kata Ali.
Ali menyebut, KPK juga tengah menyelidiki dugaan pihak lain yang terlibat membantu pergantian nama buronan KPK tersebut.
"Kami dalami dan analisis apakah pengubahaan namanya dilakukan ketika dia berada di dalam negeri atau kah ada pihak-pihak yang sengaja kemudian membantu mengubah namanya," ujarnya.
Paulus Tannos yang disebut sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Sandipala Arthaputra ditetapkan tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi e-KTP sejak tahun 2019.
Namun sosok Paulus Tannos kala itu masih juga belum menunjukkan batang hidungnya. KPK menduga, Tannos bersekongkol demi proyek e-KTP. Sederet pertemuan itu, diduga menghasilkan aturan teknis, bahkan sebelum proyek dilelang.
"Tersangka PLS (Paulus Tannos) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya) untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri," kata Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang.
Perusahaan Paulus Tannos kala itu disebut mendapatkan keuntungan hingga ratusan miliar dari proyek suap e-KTP.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," imbuh Saut.
- Penulis :
- Khalied Malvino