
Pantau - Kepala Desa (Kades) Lontar di Kabupaten Serang, Banten, Aklani didakwa korupsi Dana Desa hingga nyaris Rp1 miliar. Kuasa hukum terdakwa, Rahmat Saputra mengungkapkan, kliennya dibodoh-bodohi staf desa untuk meraup sebesar Rp925 juta itu.
"Aklani ini dibodohi sama staf desanya. Pertama dia dibodohi sekdes, kedua bendahara si Sukron," kata Rahmat Saputra, Jumat (3/11/2023).
Rahmat bilang, tak semua Dana Desa di tahun 2020 dipakai hiburan karaoke dan nyawer lady companion (LC).
Rahmat menyebut, duit dugaan korupsi tersebut juga tak semua dipakai untuk karaoke. Ada sederet item pekerjaan yang dilakukan terdakwa, termasuk kerugian sudah dikembalikannya.
"Total pengembalian Aklani ini Rp200 jutaan lah," ujarnya.
Rahmat mengklaim, Aklani dibodoh-bodohi stafnya soal proyek bantuan Provinsi Banten, bantuan COVID-19, hingga gaji pegawai. Dia menyebut, bendahara Desa Lontar mengibuli Aklani bahwa program tersebut dikerjakan.
"Dibohongi Aklani ini. Ini orang kan, pertama, mohon maaf, pendidikan rendah, tahu beres 'nih bos sisanya, bisa dapat sekalian'. Tapi kan picilakauen (membawa celaka), kan gitu," ujarnya.
Dia mengungkapkan, kliennya memang kerap kali mengambil uang dari sejumlah program Dana Desa itu. Namun jumlahnya tidak sebanyak dakwaan tersebut.
Dia menilai, Aklani menjadi terdakwa lantaran perbuatan salahnya selaku Kades bersama staf-staf desa.
"Tapi kan beban tanggung jawab ada di kades," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, terdakwa kasus korupsi Dana Desa di Lontar, Kabupaten Serang, senilai Rp 925 juta, Aklani, mengaku menggunakan dana desa untuk karaoke serta hiburan malam. Ia yang merupakan kepala desa, mengaku bersenang-senang dengan stafnya menggunakan uang tersebut.
Dana yang digunakan terdakwa diambil dari proyek-proyek fiktif selama 2020. Misalnya, pembangunan rabat beton di beberapa RT yang nilainya ratusan juta.
Lalu, ada proyek senilai puluhan juta seperti pelatihan servis ponsel untuk warga saat masa pandemi Covid-19. Ada juga laporan pajak yang tak disetorkan, bantuan provinsi yang ditilap, hingga gaji pegawai yang tidak dibayarkan.
"Ini total hampir semiliar, banyak banget ini dikemanakan?" tanya hakim ketua Dedy Adi Saputra kala memeriksa terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang, Banten, Selasa (31/10/2023) kemarin.
"Kalau saya merasa buat pribadi ada. Staf merasakan semua yang namanya duit," jawab Aklani.
"Buat beli apa?" tanya hakim.
"Malu ngucapinnya. Kalau saya pakai (kira-kira) Rp 275 juta buat hiburan dengan staf-staf," jawabnya.
Aklani menjelaskan, hiburan itu antara lain untuk karaoke dan membayar lady companion (LC). Dia mengatakan dia juga menyawer dengan uang korupsi itu.
"Karaoke, Yang Mulia. Nyanyi-nyanyi doang. Ya kalau hiburannya tiap hari," tuturnya
"Sisanya?" tanya hakim.
"Tiap hari hiburan terus. Ya mungkin ditotal (senilai itu). Nyawer setiap hari ada Rp 500-700 (ribu)," jawabnya.
Saweran tersebut, kata dia diberikan ke perempuan yang menemaninya dan staf saat karaoke. Dia menyebutkan uang itu juga dibagikan ke stafnya untuk menyawer LC.
"Per orang (nyawer) ladies cepek (Rp 100 ribu). Saya bawa staf masing-masing (nyawer) Rp 500 (ribu)," jelas dia.
"Yang namanya duit, Yang Mulia, jangankan uang segitu, buat hiburan setiap hari habis," imbuhnya.
Dia mengaku biasanya menghabiskan Rp 5-9 juta dalam satu malam. Aklani pun mengaku agar tempat hiburan itu bisa dibuka untuknya meski sedang hari libur.
"Kecilnya aja Rp 5 juta semalam, paling besar Rp 9 juta," ucap Aklani.
"Jumat kalau buka, saya hajar juga, saya minta sama mami, 'Mi, buka'," imbuhnya.
Aklani mengaku menyesali perbuatannya. Dia mengaku melakukan hal itu bersama dengan staf Desa Lontar.
"Bukan nyesel, nangis Yang Mulia. Kalau di musala nangis saya. Kan minta tobat, Yang Mulia," kata Aklani.
"Saya mau pertimbangan untuk staf saya juga yang merasakan manisnya (dihukum), masa saya sendiri merasakan pahitnya," imbuhnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino










