
Pantau - Tim Penasihat Hukum Heddy Kandou (TPHHK) berkirim surat ke Jaksa Agung Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Majelis Hakim Perkara No. 85/Pid.Sus-Tpk/2023/PN.Jkt.Pst. Penasihat hukum memohon agar dilakukan pengawasan terhadap perkara dugaan pengadaan barang dan jasa fiktif di anak perusahaan Telkom tersebut.
Sebab, mereka menduga ada tebang pilih dalam penetapan tersangka dalam kasus itu.
"Setelah mencermati berita acara saksi, kami menemukan fakta bahwa pelaku utama yang justru sangat aktif dalam pengurusan proyek Telkom, dalam perkara a quo, dan diduga dilindungi oleh jaksa penuntut umum," ujar Koordinator TPHHK Otto Cornelis Kaligis, kepada wartawan, Jumat (3/11/2023).
Menurut Kaligis, pihaknya memohon dilakukan pengawasan terhadap perkara ini, agar terjadi fair trial atau peradilan yang bebas dan tak memihak, dalam persidangan.
"Bukti adanya tebang pilih dalam penanganan perkara a quo ini, adalah PM yang merupakan Direktur Operation PT Quartee Technologies, menurut kami sebagai pihak yang sangat aktif dalam proses pengurusan dokumen-dokumen, berkomunikasi serta proses pelaksanaan proyek pengadaan barang, antara PT Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom. Dan faktanya sampai dengan saat ini masih berstatus sebagai saksi," kata Kaligis.
Keyakinan Kaligis bahwa PM adalah pelaku utama dalam kasus ini, terlihat dari keterangan lima saksi dalam BAP, yang menjelaskan peran PM dalam kasus tersebut.
"Dalam keterangan saksi Moch. Rizal Otoluwa selaku Direktur PT Quartee Technologies pada 7 September 2023, secara jelas menerangkan bahwa 'semua pembahasan terkait kontrak dan lainnya antara PT Quartee dengan PT Telkom adalah PM….,saya hanya menandatangani kontrak yang disodorkan oleh PM. Yang melakukan pembicaraan adalah PM dan pihak Telkom'," tutur Kaligis.
"Selain itu dalam BAP Moch. Rizal Otoluwa diterangkan, …‘setahu saya ada pemberian PM kepada Elisa Danardono (Donny/Sales Specialist PT Telkom Telstra) berupa cek Bank BCA sebanyak 2 (dua) kali yang nilainya sekitar Rp. 400.000.000,- dan Rp. 200.000.000,- namun saya tidak tahu apakah hal tersebut dapat dikategorikan pemberiaan (fee), karena PM memberitahu kepada saya untuk pembayaran'," imbuhnya.
Ditambahkannya, peran aktif PM dalam kasus ini, terlihat dalam BAP kesaksian Moch. Rizal Otoluwa lainnya.
"Yang menerangkan 'PM menjelaskan kepada saya bahwa skema yang disampaikan Oky Mulyades (karyawan BUMN Telkom) adalah skema jual beli barang'. Selain itu dalam BAP juga diterangkan,..’Yang melakukan pembahasan adalah PM dengan Oky Mulyades terkait proyek, bu Heddy Kandou hanya mendampingi saya saja, karena yang butuh pendanaan adalah PT Quartee dan saat itu Ibu Heddy Kandou sudah tidak di Quartee lagi',” tambah Kaligis.
Sama dengan keterangan Moch. Rizal Otoluwa, saksi Stefanus Suwito Gozali, Direktur PT Quartee Technologies juga menerangkan peran aktif PM dalam perkara tersebut.
Dari keterangan saksi juga, kata Kaligis, diketahui peran PM yang menyuruh Syelina untuk berpura-pura sebagai karyawan Interdata. Ia mengatakan, Syelina juga menerangkan bahwa yang aktif mengurus proyek pengadaan tersebut adalah PM.
Hal senada juga diungkapkan BAP Rinaldo, Direktur Utama PT Interdata Technologies Sukses, yang juga menerangkan peran aktif PM dalam pengadaan barang dan jasa fiktif ini.Kaligis mengatakan, dari keterangan kelima saksi tersebut, terlihat jelas peran PM sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen serta proses pelaksanaan proyek pengadaan barang antara PT Quartee Technologies dengan Divisi Enterprise Service (DES) PT Telkom ini.
"Sudah jelas pelaku utama di dalam perkara a quo, sesuai dengan Dakwaan JPU Pasal 2 Pasal 3 UU Tipikor, adalah PM. Informasi yang kami peroleh ada dugaan PM dilindungi oleh JPU maka hanya dijadikan saksi dalam perkara a quo," tutur Kaligis.
Kaligis mengungkapkan, Heddy Kandou sudah mengundurkan diri dari PT Quartee Technologies sejak Februari 2017.
"Sehingga klien kami tidak terlibat dalam proyek Telkom sebagaimana didakwakan oleh JPU. Adapun uang yang ditransfer dari rekening PT Quartee Technologies ke rekening Heddy Kandou maupun PT Haka Luxury, adalah pembayaran utang PT Quartee Technologies kepada Ibu Heddy Kandou, dan juga PT Haka Luxury," kata Kaligis.
Kliennya, lanjut dia, tidak ikut terlibat dalam proyek Telkom. Bahkan menurutnya tidak ada satu pun dokumen-dokumen termasuk perjanjian kerjasama antara PT Quartee dengan PT Telkom, yang ditandatangani kliennya."Faktanya sebagaimana berkas perkara atas nama terdakwa Heddy Kandou yang telah kami peroleh, Perjanjian Kerjasama antara PT Quartee dengan PT Telkom tersebut tidak dimasukkan sebagai barang bukti yang disita. Sedangkan ± 436 barang bukti tidak ada relevansinya dengan klien kami," kata Kaligis.
Penasihat hukum juga menyoroti Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang melakukan penyitaan terhadap aset-aset milik kliennya, di saat berkas perkara kliennya telah dinyatakan P-21. Bahkan, lanjut Kaligis, surat dakwaan tertanggal 14 September 2023 sudah diterima oleh kliennya.
"Baik klien kami maupun keluarganya tidak diberikan salinan berita acara penyitaan tersebut. Aset-aset milik klien kami yang disita sebagai diuraikan tersebut di atas, tidak masuk di dalam Surat Dakwaan Nomor : PDS-10/Jkt.Brt/09/2023 tertanggal 14 September 2023. Fakta ini menunjukkan bahwa aset-aset tersebut memang tidak ada hubungannya dengan perkara a quo," papar Kaligis.
Selain mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung, Jamwas dan Ketua PN Jakarta Pusat agar PM dijadikan tersangka, pihaknya meminta aset-aset milik kliennya yang disita setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) dan tidak masuk dalam surat dakwaan JPU, dikembalikan.
Permohonan ini diajukan TPHHK pada 26 Oktober 2023 dan ditandatangani Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, Desyana, SH, MH, Yuliana, SH, MH, Faisal Nurizal, SH, Aji Saefullah, SH, Muhammad Faris, SH, dan Zainul Islam, S.HI, M.H.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi barang dan jasa senilai Rp 236 miliar, di anak usaha Telkom. Dari delapan tersangka, sebanyak enam orang sudah berstatus terdakwa dan kasusnya mulai disidangkan di PN Jakarta Pusat. Dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tersebut terjadi pada tahun 2017.
Dalam sidang pada Rabu (1/11/2023), jaksa menghadirkan Elisa Danardono, Sales Specialist PT Telkom Telsta di persidangan. Dalam keterangannya, Elisa menerangkan bahwa PM yang mengatakan jika vendor penyedia PC adalah Interdata Technologies Sukses. Elisa juga mengatakan tak pernah menerima uang dari Heddy Kandou selama proyek berlangsung.
- Penulis :
- Rizki