HOME  ⁄  Hukum

Tanggapi Luhut, Sahroni Sebut OTT KPK Masih Diperlukan!

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Tanggapi Luhut, Sahroni Sebut OTT KPK Masih Diperlukan!
Foto: Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni.

Pantau - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menyatakan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK masih sangat diperlukan dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. 

Pernyataan ini merespons perbedaan pendapat antara Ketua KPK, Nawawi Pomolango, dan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, mengenai keberlanjutan OTT.

"Sebagai mitra kerja KPK, Komisi III melihat bahwa untuk saat ini OTT masih sangat diperlukan. Karena memang betul apa kata Pak Ketua KPK, malingnya masih banyak," kata Sahroni kepada wartawan, Kamis (13/6/2024).

Sahroni menegaskan, mekanisme pencegahan korupsi yang ada saat ini belum cukup kuat. Ia menekankan pentingnya terus melakukan inovasi di sektor pencegahan, sambil tetap melanjutkan OTT agar pemberantasan korupsi tidak menjadi tumpul.

"Masa iya ada orang maling duit negara kita biarin," ujarnya.

Sahroni juga menyoroti beberapa inovasi pencegahan yang telah dilakukan oleh KPK, termasuk Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dan dorongan untuk melakukan pengadaan melalui e-katalog. 

Menurutnya, upaya ini bertujuan untuk menciptakan sistem pencegahan yang matang dan meminimalisir peluang korupsi.

"Jadi transparansi dan digitalisasi ini memang sedang digencarkan. Nantinya, kalau sistem pencegahan kita sudah matang, bukannya tidak mungkin suatu saat OTT tidak kita perlukan lagi," jelasnya.

Sahroni menambahkan, ketika mekanisme pencegahan korupsi sudah matang dan canggih, para pelaku korupsi tidak akan mampu menemukan celah untuk melakukan kejahatan.

“Kalau sistemnya sudah canggih, tikus-tikus koruptor itu tidak akan bisa lagi cari celah. Dan memang itu cara pemberantasan korupsi paling efektif yang kita semua harapkan,” tandasnya.

Pernyataan Sahroni muncul setelah Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut operasi OTT sebagai cara kampungan. 

Ketua KPK, Nawawi Pomolango, membalas pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa digitalisasi saja tidak bisa menjamin bebas dari tindak pidana korupsi. 

"Nyatanya bahwa digitalisasi belum bisa memberi jawaban semua. Negara ini tetap masih ramai dengan soal korupsi itu. Meskipun digitalisasi itu sudah sedemikian maju," kata Nawawi.

Penulis :
Aditya Andreas