
Pantau - Direktur Executive Partner Politik Indonesia, Abubakar Solissa menyoroti mudahnya penggunaan senjata api (senpi) di Amerika Serikat (AS). Pernyataan tersebut disampaikannya menyusul adanya upaya pembunuhan terhadap kandidat Presiden AS Donald Trump saat kampanye Pilpres di Pennsylvania.
Solissa pun mengomparasikan penggunaan senpi di Indonesia dan AS. Disebutkannya, pemakaian senpi di Indonesia sangat ketat. Warga sipil di AS bisa dengan bebas memiliki senpi.
"Tapi secara umum, peristiwa semacam itu jarang terjadi. Menurut saya kenapa Amerika rawan, karena penggunaan senjata api (senpi) di Negeri Paman Sam tidak seketat di Indonesia. Warga sipil bebas menggunakan senjata api, dan itu diatur oleh konstitusi," ujar Solissa kepada Pantau.com, Senin (15/7/2024).
"Hal ini membuat potensi penggunaan senjata api terus terjadi, bahkan dalam beberapa kasus menyasar pada presiden maupun mantan presiden.," imbuhnya.
Dia menyebut, kultur masyarakat di Amerika Serikat (AS) yang cenderung liberal jadi salah satu faktir tingginya tingat kriminalitas di Negeri Paman Sam itu.
Dia lalu membandingkan kondisi di AS dengan Indonesia. Menurutnya, situasi di Tanah Air cenderung lebih mengedepankan budaya ketimuran, yang mana tak seliberal di AS.
"Berbeda dengan Indonesia, selain penggunaan senpi yang terbatas pada kalangan tertentu, budaya masyarakat Indonesia yang tidak seliberal di AS jadi faktor penting dalam memastikan keamanan dan keselamatan pemimpin Indonesia tetap terjaga," jelasnya.
Dia pun turut menyinggung kontestasi Pilpres AS yang kali ini dinilai sangat kompetitif, sehingga memungkinkan adanya upaya pembunuhan terhadap salah satu pihak.
"Sekalipun ya, upaya pembunuhan terhadap Trump ini bisa dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang menyebutnya murni kriminal biasa oleh pelaku, tapi ada juga yang melihat muatan konspiratif dalam kasus ini," ujarnya.
"Wallahualam. Kita menunggu hasil investigasi menyeluruh yang sedang dilakukan oleh FBI," tandasnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Khalied Malvino