
Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menilai pemberian amnesti kepada narapidana Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dapat digunakan sebagai instrumen rekonsiliasi politik di Papua.
Ia menekankan, langkah tersebut semakin relevan setelah tujuh anggota KKB menandatangani pakta integritas Merah Putih.
"Kalau kita lihat dari sisi politik, kemanusiaan, dan demokrasi, amnesti bisa menjadi alat rekonsiliasi. Apalagi, tujuh anggota KKB sudah menandatangani pakta integritas Merah Putih," ujar Willy dalam keterangannya di Jakarta, Senin (24/2/2025).
Willy membenarkan bahwa pembahasan mengenai amnesti bagi tujuh napi KKB yang ditahan di Makassar sudah dilakukan. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan akhir terkait amnesti merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.
"Kita tunggu, dalam hal ini Komisi XIII menunggu apakah Pak Prabowo akan memberikan amnesti atau tidak. Ada yurisprudensi sebelumnya, seperti amnesti untuk GAM," kata Willy.
Baca Juga: Pimpinan DPR Sebut Revisi UU KUHAP Perkuat Kinerja Aparat Penegak Hukum
Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu menambahkan bahwa dalam rapat kerja bersama pemerintah, napi kasus terorisme dan korupsi dikecualikan dari kebijakan amnesti.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penggunaan amnesti sebagai sarana rekonsiliasi politik. Langkah serupa pernah diambil oleh Presiden RI pertama, Sukarno, dalam kasus PRRI/Permesta dan DI/TII.
"Bung Karno memberikan amnesti dalam berbagai kasus berbasis rekonsiliasi politik. Kita memiliki banyak yurisprudensi terkait amnesti untuk KKB," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, telah melaporkan kepada Presiden Prabowo terkait usulan pemberian amnesti kepada tujuh anggota KKB Papua yang kini berada di Lapas Makassar.
- Penulis :
- Aditya Andreas