
Pantau - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil membongkar sindikat pengoplosan gas LPG berskala besar di Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali dengan omzet mencapai miliaran rupiah.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi, Nunung Syaifuddin di Gianyar mengatakan bahwa empat orang berinisial GC, BK, MS dan KS telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bisnis ilegal yang beroperasi di tengah pemukiman warga.
"Mereka (para tersangka) membeli gas LPG 3 kg bersubsidi dari pengecer, lalu memindahkannya ke dalam tabung 12 kg dan 50 kg non subsidi. Hasil oplosan tersebut kemudian dijual kepada warung-warung dan usaha laundry di wilayah Kabupaten Gianyar dan sekitarnya,” kata Brigjen Nunung, Selasa (11/3/2025).
Aktivitas ilegal ini telah berlangsung sekitar 4 bulan dengan rata-rata menjual 100 tabung LPG 12 kg dan 30 tabung LPG 50 kg dalam sehari. Pihak kepolisian memperkirakan total keuntungan yang diperoleh selama beroperasi mencapai Rp3,37 miliar.
"Hasil penjualan per harinya sekitar Rp25 juta atau jika dihitung per bulan, kita asumsikan 26 hari kerja, maka total keuntungan setiap bulan mencapai Rp650 juta," kata Nunung.
Baca juga: Polda Metro Jaya Ungkap Sindikat Pengoplosan LPG 3 Kg ke 50 Kg
Dalam kasus tersebut, petugas menyita 1.616 buah tabung gas 3 kg warna hijau, 123 buah tabung gas 12 kg warna biru, 480 buah tabung gas 12 kg warna merah muda/pink, 94 buah tabung gas 50 kg warna orange.
Selain itu, petugas juga menyita 120 buah pipa besi alat suntik, 4 unit pick up, 2 unit dump truk dan alat bukti lainnya. Pihaknya akan terus menindak tegas pelaku penyalahgunaan barang bersubsidi untuk mewujudkan misi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto agar penyaluran migas tepat sasaran.
Kini para tersangka dijerat Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Minyak Gas dan Bumi dengan ancaman pidana penjara enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
- Penulis :
- Laury Kaniasti