Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Mengapa Konflik Hamas-Israel Lebih Menggema di Barat? Begini Penjelasannya

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Mengapa Konflik Hamas-Israel Lebih Menggema di Barat? Begini Penjelasannya
Foto: Ketua PBNU, KH. Ulil Abshar Abdalla alias Gus Ulil.

Pantau - Konflik kelompok pejuang Palestina, Hamas dengan Israel, masih berlangsung hingga kini. Konflik tersebut berdampak dahsyat terhadap krisis kemanusiaan di Palestina, dan turut mengundang reaksi dari berbagai pihak, termasuk dari sejumlah negara di Barat.

Ketua PBNU, KH. Ulil Abshar Abdalla menuturkan, reaksi Barat menyikapi isu Palestina belakangan ini terkesan lebih kuat ketimbang dengan di beberapa negara Islam, termasuk di indonesia.

“Ada semacam kesan selama ini bahwa reaksi terhadap isu Palestina yang terakhir ini, di barat itu jauh lebih kuat dan merata daripada di Indonesia atau dunia islam,” ucap Ulil dalam dalam diskusi bertajuk ‘Peran Kita dalam Mendukung Palestina’ di Masjid Istiqlal, Sabtu (1/6/2024).

Gus Ulil, sapaan akrabnya ini menyampaikan, kesan itu tak keliru. Khususnya sejak konflik Hamas-Israel pecah sejak 7 Oktober 2023 hingga kini.

“Memang sekarang ini, terutama setelah peristiwa 7 Oktober sampai sekarang, protes-protes terhadap Israel di negeri Barat, terutama di Amerika dan Eropa, itu sangat besar sekali,” ujarnya.

Dia memandang situasi dan reaksi itu sebagai hal yang wajar. Pasalnya, konflik Palestina-Israel ini merupakan problem domestik negara Barat.

“Karena masalah Israel ini masalah domestik negara barat. Ini kesalahan mereka, kekeliruan mereka di masa lampau yang memang harus mereka tanggung,” jelasnya.

Gus Ulil memaparkan, kesalahan negara Barat yang dimaksud yaitu kesalahan Inggris tak menerbitkan Deklarasi Balfour. Gus Ulil menilai, deklarasi tersebut menjadi titik persoalan di Palestina.

“Deklarasi Balfour ini sebetulnya bagian dari permainan kolonial awal abad ke-20 yang kemudian mengorbankan bangsa Palestina,” bebernya.

Menurutnya, ada alasan lain yang mengakibatkan konflik Hamas-Israel ini banyak mendapat reaksi dan menjadi buah bibir di negara Barat. Hal tersebut lantaran adanya proses domestifikasi.

“Artinya, isu Israel Palestina sekarang ini bukan sekedar isu orang Israel dan Palestina di negeri mereka sendiri, tetapi juga isu politik domestik,” paparnya.

Gus Ulil menyinggung partai politik peserta Pemilu pun bakal membahas isu konflik Hamas-Israel tersebut. Bahkan, sebagian besar dari mereka ada di pihak Israel.

“Di satu pihak, lembaga atau establishment resmi di dunia Barat yang diwakili oleh partai politik dan lembaga-lembaga pendukungnya, hampir semua mereka tanpa reserve pro-Israel,” jelasnya.

"Mungkin hanya segelintir saja dari politisi di Barat itu yang berani ngomong, mengkritik Israel. Tapi, secara umum, formal establishment (lembaga formal) di Barat itu pro-Israel," sambungnya.

Tak sedikit pula warga sipil pro-Palestina. Mereka bersimpati karena rakyat Palestina merasakan penderitaan menahun usai ditindas hingga dibunuh militer Israel.

Diskusi bertajuk ‘Peran Kita dalam Mendukung Palestina’ diselenggarakan oleh Pusat Studi Al-Qur’an. Sejumlah pakar hadir dalam diskusi ini, di antaranya adalah Prof. KH. Nasarudin Umar, Prof. M. Quraish Shihab, Prof. Etin Anwar, Savic Ali, Habib Husein Ja’far Al Hadar, Kalis Mardiasih, Adrian Perkasa, dan Abdul Qadir Jailani.

Penulis :
Khalied Malvino