Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Prancis Mencla-mencle, Klaim Netanyahu Kebal Surat Penangkapan ICC

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

Prancis Mencla-mencle, Klaim Netanyahu Kebal Surat Penangkapan ICC
Foto: Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu berjabat tangan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron dalam konferensi pers di Yerusalem, 24 Oktober 2023. (Getty Images)

Pantau - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya (Menhan) Yoav Gallant, Kamis (21/11/2024). Mereka didakwa atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang Israel di Gaza.

Mengutip Al Jazeera, Jumat (29/11/2024), sejumlah pemimpin Eropa menyatakan akan mematuhi keputusan ICC, dengan komitmen menangkap Netanyahu jika memasuki wilayah mereka. Namun, Hungaria menjadi pengecualian. PM Viktor Orban bahkan mengundang Netanyahu untuk berkunjung.

Prancis awalnya menyatakan akan mengikuti ketentuan ICC. Namun, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Prancis kemudian mengklaim Netanyahu memiliki kekebalan diplomatik, karena Israel bukan pihak dalam Statuta Roma, dasar hukum ICC.

Klaim Kekebalan Netanyahu Dipertanyakan

Berdasarkan Pasal 27 Statuta Roma, keputusan ICC berlaku untuk semua individu tanpa memandang jabatan resmi. Direktur Human Rights Watch Inggris, Yasmine Ahmed menegaskan, Prancis wajib bekerja sama dengan ICC, termasuk menegakkan surat penangkapan tersebut.

Prancis berdalih pada Pasal 98 Statuta Roma, yang melindungi kekebalan diplomatik dari negara non-anggota. Namun, pakar hukum internasional, William Schabas menyebut argumen ini sudah tidak relevan.

Baca juga:

Keputusan ICC pada 2019 terkait Presiden Sudan Omar al-Bashir menegaskan, kekebalan kepala negara tak berlaku di bawah hukum internasional, meski negara yang bersangkutan bukan anggota ICC.

Standar Ganda Prancis

Prancis sebelumnya mendukung surat penangkapan ICC terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan kejahatan perang di Ukraina. Pada Maret 2023, Kemlu Prancis menyatakan "tidak ada seorang pun yang boleh lolos dari keadilan, apa pun statusnya."

Namun, respons berbeda terhadap Netanyahu menimbulkan tudingan standar ganda. Schabas menilai, sikap Prancis lebih didasarkan pada hubungan politik daripada prinsip hukum.

Implikasi bagi ICC dan Netanyahu

Ahmed menegaskan, interpretasi selektif Prancis melemahkan tujuan ICC untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan serius. Sementara itu, Netanyahu disinyalir tak akan mengunjungi Prancis, lantaran risiko penangkapan masih ada walaupun pemerintah memberi sinyal sebaliknya.

Ketegangan antara Prancis dan ICC mencerminkan tantangan dalam menegakkan keadilan internasional. Sikap Prancis terhadap Netanyahu memunculkan pertanyaan tentang komitmen mereka terhadap keadilan universal, khususnya dalam menghadapi kejahatan perang dan kemanusiaan.

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Khalied Malvino