
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan pada Maret 2017 memutuskan untuk mengonfirmasi pemecatan Presiden Park Geun Hye.
Mengutip Reuters, Rabu (4/12/2024), keputusan ini membuat Park menjadi pemimpin pertama yang terpilih secara demokratis, namun dipecat. Ia dituduh terlibat dalam skandal pengaruh dengan orang dekatnya dan menyalahgunakan wewenang presiden.
Proses pemecatan dimulai pada Desember 2016, saat DPR Korea Selatan memutuskan untuk mengajukan pemecatan terhadap Park Geun Hye.
Menariknya, beberapa anggota partai konservatifnya sendiri mendukung langkah tersebut. Park Geun Hye, yang merupakan putri dari Presiden Park Chung Hee, yang dibunuh pada 1979, akhirnya harus menghadapi tuduhan tersebut.
Setelah pemecatan, Park Geun Hye diadili atas sejumlah tuduhan kriminal. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 20 tahun.
Namun, setelah menjalani hampir 5 tahun di penjara, Park Geun Hye dibebaskan dengan alasan medis. Pada 2021, dia diberikan grasi oleh pemerintah.
Kisah Park Geun Hye bukanlah yang pertama dalam sejarah politik Korea Selatan. Pada 2004, Presiden Roh Moo Hyun juga pernah terancam pemecatan. Roh dituduh gagal menjaga netralitas politik sebagai pejabat negara.
Namun, MK Korea Selatan menilai pemecatan itu tidak sah dan mengembalikan Roh untuk menyelesaikan masa jabatannya.
Mencuat Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Diberitakan sebelumnya, partai oposisi utama, Partai Demokrat Korea Selatan berencana mengajukan usulan pemakzulan terhadap Presiden Yoon Suk Yeol pada Kamis (5/12/2024) di DPR Korea Selatan, menurut laporan media setempat.
Mengutip Al Jazeera, Rabu (4/12/2024), Partai Demokrat sebelumnya telah mengumumkan mereka akan memulai proses pemakzulan jika Yoon tidak segera mengundurkan diri setelah mengadakan pertemuan darurat dengan para legislator.
Menurut konstitusi Korea Selatan, pemakzulan memerlukan mayoritas dua pertiga di Majelis Nasional yang beranggotakan 300 orang.
Saat ini, Partai Demokrat menguasai 170 kursi di DPR, artinya mereka membutuhkan dukungan dari beberapa anggota Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party) milik Yoon untuk mencopot jabatan kepresidenannya.
Di Seoul, Eunice Kim dari Al Jazeera melaporkan, Partai Demokrat membutuhkan dukungan setidaknya dari sebagian anggota Partai Kekuatan Rakyat untuk berhasil memakzulkan presiden.
Partai Demokrat dan beberapa partai oposisi kecil lainnya memiliki gabungan 192 kursi di Majelis Nasional yang beranggotakan 300 orang—-hanya kurang dari ambang batas dua pertiga yang diperlukan untuk memakzulkan Yoon.
"Parlemen dikuasai mayoritas oleh Partai Demokrat, namun mereka membutuhkan setidaknya sembilan anggota dari partai presiden untuk memperoleh 200 suara dukungan," ujar Kim.
"Itulah hal yang kemungkinan sedang dievaluasi oleh oposisi untuk melihat apakah mereka memiliki dukungan untuk melanjutkan usulan pemakzulan tersebut," sambungnya.
Jika Majelis Nasional memilih untuk memakzulkan Yoon, ia akan dicopot sementara dari wewenang kepresidenannya hingga MK Korea Selatan mempertimbangkan nasibnya.
Jika 6 dari 9 hakim MK Korea Selatan memutuskan untuk mendukung pemakzulan, Yoon akan diberhentikan dari jabatannya. Sementara itu, oposisi terhadap Yoon juga berkembang di luar lingkaran politik.
Konfederasi Serikat Pekerja Korea, serikat pekerja terbesar di negara itu dengan 1,2 juta anggota, telah menyerukan pemogokan umum hingga Yoon mundur.
"Ini adalah salah satu reaksi terorganisir yang pertama kali kita lihat dari kelompok-kelompok warga tertentu," tutur Kim.
"Mereka dianggap sangat radikal oleh beberapa pihak di kalangan konservatif. Tentu saja, mereka merasa diserang secara pribadi ketika presiden dalam pidatonya semalam menyebutkan darurat militer dan menyebutkan kekuatan pro-Korea Utara yang mengancam demokrasi liberal Korea Selatan," tambahnya.
Baca juga:
- Penulis :
- Khalied Malvino