
Pantau - Warga Israel maupun Gaza sama-sama cemas menunggu kesepakatan gencatan senjata yang sudah lama diharapkan. Keluarga sandera di Gaza terus mendesak agar mereka dibebaskan, sementara warga Palestina yang terpaksa mengungsi terus berdoa agar bisa kembali ke rumah mereka.
Baca juga: Total 46.584 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Israel
Beberapa delegasi dari negara-negara mediator dalam negosiasi mengatakan, kesepakatan tentang gencatan senjata dan pertukaran sandera semakin dekat, dengan Qatar menyatakan negosiasi berada di “tahap akhir.”
Di Israel, sejak Selasa (14/1/2025) pagi, keluarga sandera dan pendukung mereka berkumpul di luar gedung parlemen dan kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu, mendesak agar segala upaya dilakukan untuk mencapai kesepakatan setelah berbulan-bulan kekecewaan.
“Waktu sangat penting, dan waktu tidak berpihak pada sandera,” kata Gil Dickmann, sepupu dari sandera yang pernah diculik, Carmel Gat, yang jenazahnya ditemukan di terowongan Gaza pada September 2024.
“Sandera yang masih hidup akan berakhir mati. Sandera yang sudah mati mungkin akan hilang. Kita harus bertindak sekarang," imbuhnya dalam unjuk rasa di Yerusalem.
Dickmann dan beberapa keluarga sandera yang masih ditahan di Gaza bertemu dengan Netanyahu untuk mendesak kesepakatan gencatan senjata.
“Jika kita hentikan perang, kita akan mendapatkan semua sandera segera,” tutur Eli Shtivi, ayah dari sandera Ilan Shtivi.
Perang Gaza dimulai setelah serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan yang paling mematikan dalam sejarah Israel itu menewaskan 1.210 orang, kebanyakan warga sipil, menurut catatan AFP berdasarkan data resmi Israel.
Di hari yang sama, Hamas juga membawa 251 orang sebagai sandera, 94 di antaranya masih ditahan di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer Israel sudah meninggal.
Sementara itu, serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan 46.645 orang, mayoritas warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di wilayah yang dikuasai Hamas, di mana angka-angkanya dianggap dapat dipercaya oleh PBB.
Baca juga: Militer Israel Siap-siap Angkat Kaki dari Tanah Palestina!
Serangan militer Israel yang luas ini telah merusak sebagian besar Gaza, mengungsikan sebagian besar penduduknya selama lebih dari 15 bulan perang. Kecemasan untuk mengakhiri perang juga terasa sangat kuat di Gaza.
“Saya sangat menanti gencatan senjata ini. Saya akan menangis berhari-hari. Kami kehilangan segalanya,” ujar Umm Ibrahim Abu Sultan, seorang warga Gaza yang kini tinggal di Khan Yunis setelah mengungsi bersama lima anaknya.
Dia mengungkapkan rasa tidak percaya akan kemungkinan bertemu kembali dengan suaminya, yang masih berada di Kota Gaza.
“Saya menunggu pengumuman kesepakatan ini. Saya hanya ingin kembali ke rumah, ke daerah, dan keluarga saya. Rasanya seperti kita kembali dari kematian,” tambahnya.
Hassan Al-Madhoun, pengungsi lainnya dari Gaza, mengaku sudah menunggu selama 15 bulan untuk kesepakatan ini.
“Saya bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan saya saat kembali ke Jabalia dan rumah kami yang hancur,” jelasnya.
“Butuh waktu untuk memproses betapa besar kerugian ini. Para syuhada masih terkubur di bawah puing-puing," sambungnya.
Namun, di Israel, tak semua warga di sana mendukung gencatan senjata.
“Mereka (Hamas) perlu mengangkat tangan dan berkata, ‘Cukup. Kami mengembalikan sandera karena kalian menang,’ dan itu tidak yang terjadi,” kata Barbara Haskel dalam unjuk rasa yang menentang kesepakatan gencatan senjata yang sudah lama diusulkan.
Sumber: AFP
- Penulis :
- Khalied Malvino