
Pantau - Pengacara yang mewakili Wakil Presiden (Wapres) Filipina, Sara Duterte, resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (18/2/2025) untuk membatalkan proses pemakzulan yang dianggap inkonstitusional. Menurut penggugat, pemakzulan ini dilakukan secara terburu-buru tanpa pengawasan yang layak.
Baca juga:
Sidang Pemakzulan Wapres Filipina Dimulai Juli 2025
Sara Duterte, yang sebelumnya dikenal sebagai sekutu Presiden Ferdinand Marcos Jr., menghadapi sidang pemakzulan di Senat Filipina dengan tuduhan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan kepercayaan publik, korupsi, serta kejahatan berat lainnya. Salah satu tuduhan yang mencuat adalah rencana pembunuhan terhadap Marcos.
Gugatan yang diajukan Selasa (18/2/2025) berupaya membatalkan pemakzulan serta mencegah Senat Filipina melanjutkan persidangan. Penggugat beralasan, pemakzulan itu disahkan secara kilat dalam sehari di DPR Filipina, tanpa evaluasi yang memadai.
“Tidak ada pembahasan yang layak, tidak ada diskusi yang memadai. Wakil Presiden bahkan tidak dipanggil untuk menjawab tuduhan tersebut. Ini jelas tanpa proses hukum,” ujar salah satu pengacara yang tergabung dalam 29 petisi gugatan, Israelito Torreon.
Torreon menegaskan Sara Duterte tidak terlibat dalam gugatan ini, serta membantah tudingan langkah hukum tersebut merupakan "manuver terakhir" untuk menyelamatkan posisinya.
“Ini adalah upaya sah dari rakyat untuk menghentikan pemakzulan yang tidak memiliki dasar konstitusional,” tambahnya.
Baca juga:
Sara Duterte Siap Hadapi Pemakzulan di Senat Filipina
Perseteruan antara klan Marcos dan Sara Duterte semakin memanas menjelang Pemilu sela Mei 2025, di mana 12 kursi Senat Filipina yang akan menentukan arah persidangan pemakzulan ikut diperebutkan.
Analis politik Richard Heydarian menyebut gugatan ini sebagai strategi menunda proses sekaligus menggalang dukungan.
“Ini tanda bahwa kubu Duterte tidak sepenuhnya yakin bisa lolos dari sidang Senat,” jelas Heydarian.
Sementara itu, Sara Duterte membantah tuduhan rencana pembunuhan terhadap Marcos. Pernyataannya muncul setelah rekaman audio viral menunjukkan dirinya berkata bahwa ia akan memerintahkan seseorang untuk membunuh Marcos jika dirinya dibunuh lebih dulu.
Ancaman kekerasan terhadap lawan politik bukan hal baru di Filipina. Ayahnya, Rodrigo Duterte, kerap melontarkan komentar serupa saat masih menjabat presiden.
Baca juga:
DPR Filipina Setujui Pemakzulan Wapres Sara Duterte
Bahkan, dalam kampanye pekan lalu, mantan presiden Rodrigo Duterte melontarkan pernyataan kontroversial "meledakkan" para senator saat ini bisa menjadi cara efektif memenangkan Pemilu.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bunuh saja para senator yang sedang menjabat agar kursinya kosong. Kalau kita bunuh 15 senator, kita semua bisa masuk,” ungkapnya di Manila.
Akibat pernyataan ini, pada Senin (17/2/2025), Kepolisian Nasional Filipina melayangkan aduan ke Departemen Kehakiman, menuduh Rodrigo Duterte menghasut tindakan makar.
Selain perebutan 12 kursi Senat Filipina, Pemilu 18 Mei 2025 juga akan menentukan 18.000 posisi politik lainnya, termasuk anggota Kongres Filipina dan pejabat tingkat provinsi.
Hasil Pemilu ini diperkirakan menjadi batu loncatan menuju Pilpres 2028, di mana kubu Marcos dan Duterte berpotensi kembali bersaing memperebutkan kursi kepresidenan. AFP
- Penulis :
- Khalied Malvino