
Pantau - Amerika Serikat, negara yang dikenal dengan sistem keamanannya yang ketat dan operasi militernya yang dirahasiakan, justru mengalami kebocoran informasi yang sangat memalukan. Bukan karena spionase musuh atau peretasan canggih, melainkan karena seorang pejabat tinggi AS secara keliru memasukkan wartawan ke dalam grup chat Signal yang membahas rencana serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman.
Menurut laporan Al Arabiya, wartawan tersebut adalah Jeffrey Goldberg, Pemimpin Redaksi The Atlantic, yang tanpa sengaja diundang ke dalam grup berisi pejabat paling senior dalam tim keamanan nasional Presiden Donald Trump. Goldberg pun akhirnya mengungkap kebocoran ini dalam sebuah artikel, yang sontak mengguncang dunia politik AS.
Baca juga: Serangan Udara Trump ke Yaman, 19 Orang Tewas
Berikut lima fakta lengkap di balik skandal kebocoran ini:
1. Salah Kirim ke Wartawan, Bukan Peretasan
Gedung Putih mengonfirmasi bahwa kebocoran ini bukan akibat peretasan atau spionase musuh, melainkan kesalahan internal. Goldberg mengungkap bahwa ia dimasukkan ke dalam grup chat Signal pada 13 Maret oleh Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz. Grup chat ini diberi nama "Houthi PC Small Group" dan berisi pembahasan strategi serangan terhadap Houthi.
“Utas pesan yang dilaporkan tampaknya asli, dan kami sedang meninjau bagaimana sebuah nomor yang tidak disengaja ditambahkan ke dalam rantai tersebut,” kata Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, seperti dikutip dari France24.
2. Isi Grup Chat: Pejabat Tinggi AS dan Rencana Serangan
Grup chat ini berisi 18 pejabat senior AS, termasuk:
- Wakil Presiden JD Vance
- Menteri Luar Negeri Marco Rubio
- Menteri Pertahanan Pete Hegseth
- Utusan Khusus Timur Tengah Steve Witkoff
- Direktur CIA John Ratcliffe
- Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz
Di dalam grup, Goldberg bisa membaca diskusi intens mengenai strategi militer AS di Yaman, termasuk tekanan Hegseth agar serangan segera dilakukan tanpa penundaan.
3. Detail Serangan: Target, Senjata, dan Jadwal Ledakan
Pada 15 Maret, hari dimulainya serangan udara AS terhadap Houthi, Goldberg mengungkap bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth membagikan detail operasional serangan. Termasuk di dalamnya adalah target serangan, jenis senjata yang digunakan, dan urutan eksekusi.
Bahkan, menurut Goldberg, pesan dari Hegseth menyebut bahwa ledakan pertama akan terjadi pada pukul 13.45 waktu setempat di Yaman—waktu yang kemudian terbukti akurat.
4. Trump Bungkam, Gedung Putih Investigasi
Presiden Donald Trump, saat ditanya wartawan mengenai kebocoran ini, justru mengaku tidak tahu-menahu.
“Saya tidak tahu apa-apa tentang hal itu. Anda memberitahukannya kepada saya untuk pertama kalinya,” ujar Trump, seperti dikutip dari France24. Meski demikian, ia tetap menyebut serangan AS terhadap Houthi “sangat efektif.”
Sementara itu, Gedung Putih mengonfirmasi keaslian screenshot yang dipublikasikan Goldberg dan menyatakan telah memulai penyelidikan untuk mengetahui bagaimana wartawan bisa masuk ke grup chat elit ini.
5. Dampak Politik: Dikecam hingga Disebut Sebagai Kejahatan
Skandal ini memicu kemarahan di Washington, terutama dari anggota Partai Demokrat. Senator Chris Coons menulis di platform X bahwa “Setiap pejabat dalam rantai pesan ini sekarang telah melakukan kejahatan.”
Di sisi lain, isi grup chat juga mengungkap ketegangan politik internal. Wakil Presiden JD Vance misalnya, awalnya ragu dengan serangan. Sedangkan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth menekankan bahwa hanya AS yang memiliki kapabilitas untuk menjalankan misi ini.
Kebocoran ini menjadi ironi besar bagi AS, negara dengan sistem keamanan ketat, tetapi justru kecolongan karena salah kirim undangan grup chat. Meski serangan terhadap Houthi tetap berjalan sesuai rencana, kebocoran ini mengungkap bagaimana informasi rahasia bisa bocor bukan karena peretasan, tetapi sekadar kesalahan teknis yang konyol.
- Penulis :
- Muhammad Rodhi
- Editor :
- Muhammad Rodhi