
Pantau - Delegasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melakukan kunjungan kerja ke Beijing dan Shanghai, Tiongkok, guna menggali masukan terkait revisi Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Kunjungan ini merupakan yang pertama sejak KPI berdiri pada tahun 2003.
Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyatakan, "Ini adalah kunjungan pertama KPI sejak berdiri pada 2003, dan tujuan kami ke sini adalah untuk belajar mengenai pengaturan penyiaran di China yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia," ungkapnya.
Delegasi terdiri dari Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Komisioner Tulus Santoso, Muhammad Hasrul Hasan, dan Aliyah.
Pertemuan dengan Lembaga Media dan Perwakilan RI
Selama di Beijing, KPI bertemu dengan China Media Group (CMG), The National Radio and Television Administration (NRTA), serta Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun.
KPI juga berdialog dengan Wakil Kepala Perwakilan RI Beijing Parulian Silalahi, staf KBRI, serta Warga Negara Indonesia dan mahasiswa di Beijing.
Di Shanghai, delegasi KPI diterima oleh Shanghai Media Group (SMG) untuk berdiskusi mengenai regulasi media dan perkembangan penyiaran digital.
Dalam pertemuan tersebut, mahasiswi Indonesia Anastasia Laras menanyakan soal literasi digital dan pentingnya konten positif yang mempererat hubungan Indonesia-Tiongkok.
Ubaidillah menanggapi bahwa KPI memiliki keterbatasan dalam menjangkau audiens secara luas dalam program literasi digital.
"KPI hanya dapat mengawasi apa yang sudah tayang di televisi maupun radio, tapi memang mengenai literasi digital ini menjadi masalah bersama," ujarnya.
KPI Soroti Regulasi Media Sosial dan Kritik terhadap RUU Penyiaran
Ketua KPI Ubaidillah juga mengungkapkan keinginannya untuk mendapatkan perspektif baru dari China dalam hal pengaturan media digital.
"Tidak hanya rujukan kita ke Eropa dan Amerika tapi juga di China melakukan regulasi ke media sosial dan media baru yang mungkin diterapkan di Indonesia," ia menambahkan.
Duta Besar RI Djauhari Oratmangun mengungkapkan pentingnya kolaborasi antar content creator dari kedua negara dalam promosi budaya dan pariwisata.
"Kami mengirim influencer China ke Indonesia untuk menunjukkan pariwisata Indonesia, jadi bisa juga digagas agar content creator Indonesia bekerja sama dengan yang ada di Tiongkok saling tukar konten," ungkapnya.
Sementara itu, revisi RUU Penyiaran menuai kritik karena dinilai bertentangan dengan kebebasan pers.
Salah satu pasal yang dipersoalkan adalah pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, yang dinilai dapat menghambat kerja jurnalistik.
Komunitas pers juga menyoroti pasal yang memberi wewenang kepada KPI untuk menangani sengketa pers, yang selama ini menjadi ranah Dewan Pers sesuai UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal lain terkait larangan siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik dianggap multitafsir dan berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR RI telah menggelar rapat dengan Komisi Digital (Komdigi) terkait revisi ini.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menyatakan bahwa perubahan besar di industri penyiaran saat ini membuat revisi regulasi menjadi hal yang mendesak.
- Penulis :
- Aditya Yohan