
Pantau - Sastrawan sekaligus seniman Yapi Tambayong atau biasa dikenal Remy Sylado meninggal dunia, Senin (12/12/2022).
Kabar meninggalnya Remy Sylado disampaikan Anggota DPR RI Fadli Zon di akun Twitter resminya.
"Selamat jalan Bang Remy Sylado. Baru beberapa hari lalu ngobrol tentang Elvis Presley dan manajernya Kolonel Tom Parker. RIP," ujar Fadli dikutip Pantau.com.
Dilansir ensiklopedia.kemendikbud.go.id, Remy Sylado mempunyai nama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong.
Remy lahir 12 Juli 1943 di Malino, Makasar, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Johannes Hendrik Tambajong dan ibunya Juliana Caterina Panda. Istri Remy Silado bernama Maria Louise Tambayong.
Seniman serba bisa ini memiliki berbagai profesi yakni penyair, novelis, cerpenis, dramawan, kritikus sastra, pemusik, penyanyi, penata rias, aktor, ilustrator, wartawan, dan dosen.
Remy Silado menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, dan Belanda. Dia mulai menulis ketika berumur 16 tahun.
Guru bahasa Indonesianyalah yang mendorong semangatnya untuk terus menulis saat itu. Kegemarannya membaca sejak kecil, tampaknya ikut mendukung keberhasilannya dalam menulis.
Sejak kecil, ia sudah membaca buku-buku "berat". Ketika SD kelas 5, Remy telah membaca buku-buku teologia, membeli buku-buku berbahasa Inggris, dan mempelajari sejarah sehingga mengagumi hampir semua tokoh sejarah.
Akan tetapi, ia tidak betah bersekolah dan lebih suka bermain atau membolos. Remy juga senang akan musik dan ayahnya menyadari bakat anaknya itu sehingga Remy dijuluki Jubal, artinya 'bapak musik', yang diambilnya dari Kitab Genesis.
Keluarganya penggemar musik klasik, terutama karya Frederick Handel pada periode Roccoco dan Beethoven, sedangkan Remy menyenangi grup musik Led Zeppelin, Grand Funk, Railroad, dan The Beatles.
Remy memperoleh penghargaan Khatulistiwa Award 2002 dengan novelnya Kerudung Merah Kirmizi. Pada tahun 2006 ia mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa bersama-sama dengan Sitor Situmorang dan Sitok Srengenge.
Sebagai novelis, Remy Sylado telah menulis lebih dari 50 novel, 20 di antaranya novel anak-anak, dan 30-an novel keluarga. Dia juga menulis novel sejarah.
Karya-karya Remy Sylado, antara lain adalah sebagai berikut (1) Puisi, antara lain (a) Kerygma (1999), (b) Puisi Mbeling Remy Sylado (2004), dan (c) Kerygma dan Martryria (2004), (2) Prosa (novel), antara lain (a) Gali Lobang Gila Lobang (1977), (b) Kita Hidup Hanya Sekali (1977), (c) Orexas (1978), (d) Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999), (e) Kembang Jepun (2002), (f) Kerudung Merah Kirmizi (2002), (g) Pariys van Java (2003), (h) Menunggu Matahari Melbourne (2004), dan (i) Sampo Kong (2004), (j) Mimi Lan Mintuna (2007), (k) Namaku Mata Hari (2010),dan (l) Hotel Prodeo (2010). (3) Drama, yaitu (a) Siau Ling (2001), (b) Jalan Tamblong: Kumpulan Drama Musik (2010), dan (c) Drama Sejarah 1832 (2012). (4) Nonfiksi, antara lain (a) Dasar-Dasar Dramaturgi, (b) Mengenal Teater Anak, (c) Menuju Apresiasi Musik, (d) Sosiologi Musik,dan (e) Ensiklopeia Musik.
Kabar meninggalnya Remy Sylado disampaikan Anggota DPR RI Fadli Zon di akun Twitter resminya.
"Selamat jalan Bang Remy Sylado. Baru beberapa hari lalu ngobrol tentang Elvis Presley dan manajernya Kolonel Tom Parker. RIP," ujar Fadli dikutip Pantau.com.
Dilansir ensiklopedia.kemendikbud.go.id, Remy Sylado mempunyai nama lengkap Yusbal Anak Perang Imanuel Panda Abdiel Tambayong.
Remy lahir 12 Juli 1943 di Malino, Makasar, Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Johannes Hendrik Tambajong dan ibunya Juliana Caterina Panda. Istri Remy Silado bernama Maria Louise Tambayong.
Seniman serba bisa ini memiliki berbagai profesi yakni penyair, novelis, cerpenis, dramawan, kritikus sastra, pemusik, penyanyi, penata rias, aktor, ilustrator, wartawan, dan dosen.
Remy Silado menguasai beberapa bahasa asing, antara lain bahasa Mandarin, Jepang, Arab, Yunani, Inggris, dan Belanda. Dia mulai menulis ketika berumur 16 tahun.
Guru bahasa Indonesianyalah yang mendorong semangatnya untuk terus menulis saat itu. Kegemarannya membaca sejak kecil, tampaknya ikut mendukung keberhasilannya dalam menulis.
Sejak kecil, ia sudah membaca buku-buku "berat". Ketika SD kelas 5, Remy telah membaca buku-buku teologia, membeli buku-buku berbahasa Inggris, dan mempelajari sejarah sehingga mengagumi hampir semua tokoh sejarah.
Akan tetapi, ia tidak betah bersekolah dan lebih suka bermain atau membolos. Remy juga senang akan musik dan ayahnya menyadari bakat anaknya itu sehingga Remy dijuluki Jubal, artinya 'bapak musik', yang diambilnya dari Kitab Genesis.
Keluarganya penggemar musik klasik, terutama karya Frederick Handel pada periode Roccoco dan Beethoven, sedangkan Remy menyenangi grup musik Led Zeppelin, Grand Funk, Railroad, dan The Beatles.
Remy memperoleh penghargaan Khatulistiwa Award 2002 dengan novelnya Kerudung Merah Kirmizi. Pada tahun 2006 ia mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa bersama-sama dengan Sitor Situmorang dan Sitok Srengenge.
Sebagai novelis, Remy Sylado telah menulis lebih dari 50 novel, 20 di antaranya novel anak-anak, dan 30-an novel keluarga. Dia juga menulis novel sejarah.
Karya-karya Remy Sylado, antara lain adalah sebagai berikut (1) Puisi, antara lain (a) Kerygma (1999), (b) Puisi Mbeling Remy Sylado (2004), dan (c) Kerygma dan Martryria (2004), (2) Prosa (novel), antara lain (a) Gali Lobang Gila Lobang (1977), (b) Kita Hidup Hanya Sekali (1977), (c) Orexas (1978), (d) Ca Bau Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999), (e) Kembang Jepun (2002), (f) Kerudung Merah Kirmizi (2002), (g) Pariys van Java (2003), (h) Menunggu Matahari Melbourne (2004), dan (i) Sampo Kong (2004), (j) Mimi Lan Mintuna (2007), (k) Namaku Mata Hari (2010),dan (l) Hotel Prodeo (2010). (3) Drama, yaitu (a) Siau Ling (2001), (b) Jalan Tamblong: Kumpulan Drama Musik (2010), dan (c) Drama Sejarah 1832 (2012). (4) Nonfiksi, antara lain (a) Dasar-Dasar Dramaturgi, (b) Mengenal Teater Anak, (c) Menuju Apresiasi Musik, (d) Sosiologi Musik,dan (e) Ensiklopeia Musik.
- Penulis :
- Aries Setiawan