
Pantau - Seorang Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga, Novita Tandry, bicara soal kasus dugaan pelecehan seksual pada ajang Miss Universe Indonesia bermodus sesi pengecekan tubuh (body checking) dan difoto bugil atau tanpa busana.
Novita mengatakan mengenai dampak psikologis terhadap kontestan ajang kecantikan yang mengalami dugaan pelecehan ini bisa sampai mengalami gangguan mental.
"Bisa dampak sampai gangguan kesehatan mental. Apalagi ini kan dibahas nih secara terbuka di hampir semua media. Walaupun mukanya di-blurr, orang kan bisa cari tahu ini siapa yang ngomong itu. Rekam jejak foto yang sudah diambil dengan beberapa orang yang ada dalam ruangan itu bisa tersebar, tanggung jawabnya seperti apa untuk masa depan dari setiap anak-anak muda," ujar Novita kepada Pantau.com, Selasa (8/8/2023).
Menurut Novita ajang kecantikan atau beauty contest tidak perlu ada sesi body checking apalagi harus difoto tanpa busana. Pasalnya, setiap perempuan tidak secara umum mau memperlihatkan bagian tubuhnya. Apalagi, Indonesia mayoritas beragama Islam.
"Kalau buat saya nggak bener aja nggak ada kaitannya menurut saya beauty contest dikaitkan dengan harus foto ini telanjang. Saya benar-benar speechless. Sangat-sangat tidak etis," katanya.
Lebih lanjut, ia juga menyebut bahwa kejadian ini harus dijadikan pembelajaran. Sebab menurut Novita, untuk melihat kecantikan tidak harus melalui bentuk tubuh, tapi bisa dengan aspek lainnya seperti perilaku dan kepintaran setiap orang.
"Menurut aku sih harus jadi pembelajaran ya buat kita semua. Banyak aspek yang dilihat bukan hanya sekedar berapa stretch mark yang kamu punya, selulitmu, pinggangmu seberapa senti, bauh dadamu sebesar apa, paha, kaki, enggak kayak gitu lagi kali untuk menunjukkan kecantikan seseorang. Kalau itu adalah brain dan behavior salah satunya, beauty tidak harus dari badan dong. Kayak begini nggak etis lah ini memang harus diberi pelajaran aja di negara yang kayak gini," tutur Novita.
Adapun, kata Novita, adanya tolak ukur kecantikan ini bisa menimbulkan dampak yang berujung body shaming. Karena jadi banyak wanita yang berusaha untuk mengikuti stanadar kecantikan tersebut.
"Dan banyak yang terjadi gangguan makan dan gangguan dengan body kan, body shaming jadi terjadi gara-gara kayak beginian nih. Jadi insecure," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum korban, Mellisa Anggraini, mengatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/4598/VII/2023 SPKT POLDA METRO JAYA. Mellisa melaporkan penyelenggara kegiatan tersebut dengan pasal 4, 5, 6, 14, 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Alhamdulillah sudah diterima laporan kami di SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) tadi terkait dengan adanya dugaan tindak pidana tindak kekerasan seksual,” kata kuasa hukum korban, Mellisa Anggraini, saat ditemui di SPKT Polda Metro Jaya, Senin (7/8).
Melisa menjelaskan awal mula kasus tersebut pada 1 Agustus 2023. Saat itu tiba-tiba dilakukan 'body checking' terhadap para kontestan di luar agenda resmi.
Mellisa menambahkan, saat melakukan body checking tersebut para peserta difoto telanjang sehingga tindakan tersebut melukai martabat perempuan. Dalam laporan ke kepolisian, pihaknya telah membawa sejumlah barang bukti.
“Terkait bukti bukti tentu ada dokumen surat ya, kemudian ada foto dan video. Kami juga cukup terkaget-kaget ya ketika melihat foto foto yang diambil oleh mereka,” kata Melissa.
- Penulis :
- Firdha Riris
- Editor :
- Firdha Riris