Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Pernah Jadi Ibukota Indonesia, Ini Alasan Kota Bireuen Dijuluki Kota Juang

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Pernah Jadi Ibukota Indonesia, Ini Alasan Kota Bireuen Dijuluki Kota Juang
Foto: Logo Bireuen (bireuenkab.go.id/)

Pantau - Bireuen merupakan kota sekaligus pusat pemerintahan di Aceh. Kota ini memiliki julukan yaitu “Kota Juang” karena beberapa alasan sejarah yang terkait dengan perjuangan dan peran masyarakatnya. Salah satu alasan tersebut adalah karena Bireuen pernah menjadi ibu kota Indonesia yang ketiga selama seminggu setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. Tepatnya pada tanggal 18 Juni 1948 tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). pada saat itu, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen

Diketahui bahwa julukan “Kota Juang” ini diberikan oleh Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, saat kunjungannya ke Bireuen pada tahun 1948. Kota Juang ini juga dikenal sebagai daerah yang sulit untuk dikuasai penjajah, yang mana terlihat dari perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Bireuen saat agresi Belanda pertama dan kedua di tahun 1947-1948 dalam rangka mempertahankan Republik Indonesia.

Selain itu, ada juga catatan sejarah yang mengatakan bahwa Bireuen dikenal sebagai pusat kemiliteran Aceh yaitu Divisi X Komandemen Sumatera Langkat dan Tanah Karo di bawah pimpinan Kolonel Hussein Joesoef yang disebut-sebut berkedudukan di Bireuen.

Baca juga: 

Begini Asal Usul Padang Sidempuan Dijuluki Kota Salak

Dijuluki Kota Belimbing, Begini Sejarahnya Depok Terbentuk

Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat dalam catatan sejarah tentang asal usul nama Bireuen. Salah satu catatan yang paling banyak disebut adalah bahwa kota Bireuen berasal dari kata "Birrun" yang merupakan asal kata nama Kota Bireuen sekarang. 

Kesimpulannya, julukan Kota Juang untuk Bireuen diberikan karena peran dan perjuangan masyarakatnya serta karena Bireuen pernah menjadi ibu kota Indonesia yang ketiga selama seminggu.

Penulis :
Latisha Asharani