Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

24 Januari: Memperingati Hari Edukasi Internasional

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

24 Januari: Memperingati Hari Edukasi Internasional
Foto: Ilustrasi (Freepik)

Pantau - Pada 3 Desember 2018, Majelis Umum PBB dengan konsensus mengadopsi resolusi yang menetapkan 24 Januari sebagai Hari Edukasi Internasional. Penetapan ini bertujuan untuk merayakan peran pendidikan dalam menciptakan perdamaian dan pembangunan. Resolusi tersebut, yang tercantum dalam keputusan 73/25 "Hari Edukasi Internasional", disusun bersama oleh Nigeria dan 58 negara anggota lainnya, menunjukkan komitmen politik yang kuat untuk mendukung tindakan transformasional menuju pendidikan yang inklusif, setara, dan berkualitas bagi semua.

Pendidikan sebagai Kunci Membangun Masyarakat Berkelanjutan

Dengan adopsinya resolusi ini, komunitas internasional kembali menegaskan bahwa pendidikan memegang peran kunci dalam membangun masyarakat yang berkelanjutan dan tangguh, serta berkontribusi pada pencapaian semua Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Resolusi ini juga mengajak semua pihak terkait—termasuk negara anggota, organisasi sistem PBB, masyarakat sipil, LSM, lembaga pendidikan, sektor swasta, individu, dan pihak relevan lainnya—untuk merayakan Hari Edukasi Internasional.

UNESCO, sebagai badan PBB yang mengurus pendidikan, memfasilitasi peringatan tahunan Hari Edukasi Internasional ini dengan bekerja sama erat dengan aktor pendidikan utama.

Baca juga: 19 Januari: Memperingati Hari Agama Sedunia

Peringatan Hari Edukasi Internasional 2025: Fokus pada AI atau Kecerdasan Buatan

Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, memutuskan untuk memperingati Hari Edukasi Internasional 2025 (Jumat, 24 Januari) dengan tema "Peluang dan Tantangan Kecerdasan Buatan" (AI). Azoulay mendorong negara anggota UNESCO untuk berinvestasi dalam pelatihan guru dan siswa mengenai penggunaan teknologi ini secara bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Tujuan UNESCO adalah memicu diskusi global mengenai posisi AI dalam pendidikan, dengan mengadakan konferensi di Paris dan New York serta webinar.

Perbedaan Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan

Penggunaan kecerdasan buatan dalam pendidikan masih memunculkan perbedaan pendapat di berbagai negara. Di negara-negara berpendapatan tinggi, lebih dari dua pertiga siswa sekolah menengah telah menggunakan alat AI generatif untuk mengerjakan tugas. Para guru pun semakin sering memanfaatkan AI untuk merancang pelajaran dan menilai pekerjaan siswa. Bahkan, keputusan terkait bimbingan sekolah dan penerimaan siswa, yang sebelumnya bergantung pada guru dan ahli, kini juga dipengaruhi oleh AI.

Namun, profesional pendidikan masih kekurangan pedoman yang jelas terkait praktik ini. Sebuah survei UNESCO terhadap 450 institusi pada Mei 2023 menunjukkan bahwa hanya 10% sekolah dan universitas yang memiliki kerangka resmi penggunaan AI. Hingga 2022, hanya 7 negara yang mengembangkan kerangka atau program AI untuk guru mereka, dan hanya 15 negara yang memasukkan pelatihan AI dalam kurikulum nasional. Selain itu, semakin banyak negara yang memberlakukan pembatasan terhadap penggunaan teknologi baru di kelas. Data terbaru dari UNESCO menyebutkan hampir 40% negara kini memiliki kebijakan yang melarang penggunaan ponsel di sekolah, naik dari 24% pada Juli 2023.

Baca juga: 15 Januari: Memperingati Hari Dharma Samudera Nasional

UNESCO Menghadapi Tantangan dan Memimpin Etika Penggunaan AI

UNESCO, dengan mandat lintas sektoral dalam pendidikan, sains, budaya, dan informasi, telah menghadapi tantangan AI sejak hampir satu dekade lalu. Pada November 2021, negara-negara anggota UNESCO mengadopsi kerangka standar pertama mengenai etika AI. Di bidang pendidikan, UNESCO merilis Panduan AI Generatif dalam Pendidikan dan Riset pertama di dunia pada September 2023, serta dua kerangka kompetensi AI untuk siswa dan guru pada 2024. Panduan ini mencakup potensi dan risiko penggunaan AI serta langkah-langkah untuk penggunaannya yang aman, etis, inklusif, dan bertanggung jawab.

Pentingnya Pendanaan untuk Pendidikan yang Berkualitas

Selain itu, UNESCO menekankan bahwa dana yang dialokasikan oleh pemerintah untuk AI harus merupakan tambahan, bukan pengalihan dari sumber daya yang sudah ada untuk pendidikan, di saat 1 dari 4 sekolah dasar masih tidak memiliki akses listrik dan 60% tidak terhubung ke internet. Prioritas utama harus tetap pada pemenuhan kebutuhan dasar pendidikan: sekolah yang dikelola dengan baik, dilengkapi dengan sarana yang memadai, serta guru yang terlatih dan diberi penghargaan yang layak.

Baca juga: 16 November: Memperingati Hari Angklung Sedunia

Penulis :
Latisha Asharani
Editor :
Latisha Asharani