
Pantau - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan pentingnya pemberdayaan perempuan Indonesia di ruang digital guna memperkuat kontribusi mereka dalam pengembangan ekosistem teknologi nasional.
Dalam keterangan pers yang dikonfirmasi Kementerian Komunikasi dan Digital pada Sabtu (11/10), Meutya mengungkapkan bahwa perempuan mencakup hampir separuh pengguna internet di Indonesia, yakni sebesar 49,1 persen dari total 221,56 juta pengguna.
Meski demikian, partisipasi perempuan di sektor teknologi masih rendah, hanya mencapai 27 persen, jauh tertinggal dibanding rata-rata global sebesar 40 persen.
Meutya menyoroti pentingnya peningkatan literasi dan keterampilan digital di kalangan perempuan agar mereka lebih percaya diri dan aktif dalam dunia teknologi.
"Peningkatan literasi digital bagi perempuan harus dimulai sejak dini," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Percaya diri itu harus diajarkan sejak kecil, lewat keberanian untuk berbicara dan berpendapat. Internet harus digunakan untuk mengakses ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya."
Tantangan: Kekerasan Gender dan Konten Negatif
Meutya juga mengungkapkan sejumlah tantangan yang masih menghambat pemberdayaan perempuan di dunia digital.
Menurutnya, kekerasan berbasis gender online dan penyebaran konten pornografi menjadi hambatan serius yang harus segera diatasi.
Dalam empat tahun terakhir, pemerintah telah menangani 1.902 kasus kekerasan berbasis gender di ruang digital.
Selain itu, lebih dari 5,5 juta konten pornografi anak telah ditindak oleh pemerintah sebagai bagian dari upaya menciptakan ruang digital yang aman.
Langkah Pemerintah: Penerapan PP Tunas
Salah satu langkah konkret yang diambil pemerintah adalah penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau dikenal sebagai PP Tunas.
Aturan ini mewajibkan penyedia platform digital untuk menciptakan ruang digital yang aman dan bebas dari konten berbahaya, terutama bagi anak-anak.
Selain itu, PP Tunas juga mendorong masyarakat untuk lebih bijak dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan ruang digital.
"Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan aturan ini. Kami ingin memastikan anak-anak terlindungi dari paparan konten negatif dan adiksi digital," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf