
Pantau - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendorong puluhan jenama fesyen lokal untuk memperkuat identitas merek (brand DNA) dan melindunginya melalui Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), sebagai upaya strategis meningkatkan daya saing produk di pasar global.
Perlindungan HAKI Jadi Kunci Daya Saing Produk Kreatif
Direktur Fesyen Kemenparekraf, Romi Astuti, menyampaikan bahwa identitas dan ciri khas menjadi kunci dalam membedakan suatu produk dari pesaingnya.
“Identitas dan ciri khas membuat sebuah produk menjadi unik dan berbeda dari pesaingnya. Namun, tanpa perlindungan HAKI, potensi plagiasi menjadi besar, sehingga peluang pasar produk pun dapat menurun,” ungkapnya dalam keterangan pers pada Senin.
Pernyataan ini disampaikan dalam rangkaian kegiatan Bootcamp 1 Inkubasi Fesyen wilayah Jabodetabek yang bertujuan mengembangkan kapasitas jenama lokal dalam aspek bisnis, identitas merek, dan perlindungan kekayaan intelektual.
Melalui program tersebut, Kemenparekraf memberikan pendampingan pengembangan identitas merek serta fasilitasi akses pengurusan dan pendaftaran HAKI.
Romi menambahkan bahwa pendataan jenama yang membutuhkan dukungan hukum kekayaan intelektual juga diperkuat agar prosesnya bisa berjalan lebih efisien.
“Kementerian Ekraf/Badan Ekraf melalui Direktorat Pengembangan Fasilitasi Kekayaan Intelektual dapat membantu prosesnya, sementara Direktorat Fesyen siap mendukung dari sisi penyediaan data jenamanya,” ujarnya.
UMKM Fesyen Rasakan Dampak Nyata dari Pendampingan
Sebanyak sepuluh jenama fesyen terkurasi dalam program ini mendapatkan dukungan sesuai kebutuhan spesifik perkembangan usaha mereka.
Salah satu peserta, Ketua Yayasan Batik Marunda, Irmanita, mengaku pelatihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan nilai ekonomi komunitas ibu-ibu di Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, melalui produksi batik bercorak khas pesisir Betawi.
“Sebelumnya kami hanya fokus membina penghuni rusun mengembangkan desain, namun kurang memperhatikan dari aspek penjualan dan bisnis. Pelatihan dari Kementerian Ekraf/Badan Ekraf ini sangat menjawab kebutuhan kami untuk meningkatkan nilai jual produk agar meningkatkan perekonomian para ibu di rusun,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi adanya fasilitasi pendaftaran HAKI yang membuka pemahaman akan pentingnya perlindungan merek.
“Setelah dijelaskan, kami semakin memahami pentingnya memiliki merek yang terlindungi,” tambahnya.
Senada dengan itu, Jumirah, pemilik jenama Mierto, mengungkapkan bahwa pendampingan ini membantunya lebih tajam dalam merumuskan ciri khas tanpa meninggalkan identitas asli merek yang telah dibangun.
“Selama ini kami memproduksi pakaian batik dengan pola pada umumnya, dan kami sempat bingung ke mana arahnya brand kami ini, ciri khasnya yang paling menarik apa. Di sini kami mendapat banyak sekali insight dan diminta langsung praktik untuk meng-upgrade brand DNA kami, tapi tetap mempertahankan identitas Mierto sebelumnya,” ujarnya.
Subsektor fesyen sendiri merupakan penyumbang terbesar ekspor ekonomi kreatif Indonesia pada tahun 2025, dengan nilai mencapai sekitar 7 juta dolar AS.
Selain itu, data BKPM menunjukkan bahwa subsektor ini juga menempati posisi kedua tertinggi dalam nilai investasi ekonomi kreatif, yakni sebesar Rp9,43 triliun.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf







