
Pantau - Mengelola manusia dalam organisasi dinilai tidak cukup hanya mengandalkan target dan indikator kinerja, terutama saat akhir tahun yang kerap dipahami semata sebagai penutupan administrasi.
Di balik angka, laporan, dan capaian kinerja, terdapat manusia dengan ritme, batas, serta daya tahan yang berbeda-beda.
Akhir tahun sejatinya tidak hanya menjadi fase penutup satu siklus kerja, tetapi juga ruang jeda sebelum ritme baru dimulai.
Dalam konteks tersebut, akhir tahun dipandang sebagai momen untuk menimbang kembali cara perusahaan memperlakukan manusianya.
Memaknai akhir tahun semata sebagai penutupan administrasi dinilai sebagai bentuk penyederhanaan terhadap kompleksitas kerja manusia.
Pergeseran Makna Akhir Tahun
Dalam banyak organisasi, akhir tahun kerap berubah menjadi momen penajaman disiplin kinerja.
Ukuran keberhasilan dipadatkan dalam angka, tenggat waktu, dan capaian yang terukur.
Dimensi manusiawi dalam kerja perlahan tersisih dari proses pembacaan kinerja.
Pergeseran makna ini sering terjadi secara halus dan nyaris tidak terasa.
Bahasa kebijakan tetap disusun secara normatif dan rapi dengan tujuan yang disampaikan atas nama profesionalisme.
Bagi manusia kerja, perubahan tersebut dirasakan sebagai intensifikasi ritme.
Beban kerja meningkat dan ruang jeda semakin menyempit.
Kelelahan kerap dianggap sebagai konsekuensi wajar dan jarang dibicarakan secara terbuka.
Pentingnya Rasa dalam Mengelola Manusia
Di sinilah unsur rasa dipandang penting dalam pengelolaan sumber daya manusia.
Rasa tidak dimaknai sebagai sentimen personal atau bentuk kelembekan manajerial.
Rasa dipahami sebagai kepekaan untuk membaca konteks kerja secara utuh.
Dengan rasa, organisasi dapat membedakan antara dorongan meningkatkan kinerja dan normalisasi tekanan.
Tanpa rasa, kebijakan berisiko terjebak pada logika satu arah bahwa kenaikan angka berarti persoalan telah selesai.
Kerja tidak hanya menghasilkan output, tetapi juga meninggalkan jejak pada manusia yang menjalaninya.
Ritme kerja yang terlalu padat dan tuntutan yang terus meningkat membentuk akumulasi kelelahan.
Absennya ruang pemulihan dinilai memperparah dampak kelelahan tersebut.
Dalam jangka pendek, dampak kelelahan mungkin tidak langsung terlihat.
Dalam jangka panjang, kelelahan memengaruhi daya tahan individu dan kualitas pengambilan keputusan.
Akumulasi kelelahan tersebut dinilai turut memengaruhi keberlanjutan organisasi secara keseluruhan.
- Penulis :
- Aditya Yohan








