
Pantau.com - Wali Kota Depok Mohammad Idris seperti ‘kebakaran jenggot’ mengetahui hasil riset Setara Institute bahwa Depok Kota Paling Intoleran. Menurut Idris, riset Setara Institute adalah tidak ilmiah dan asal bunyi.
“Harus dikaji secara ilmiah dan jangan asbun (asal bunyi), kalau tujuannya mau menjatuhkan pemerintah misalnya, jadi wali kota aja dulu, kita bersaing secara sehat, jangan komentar-komentar jahat seperti itu,” kata Idris di Depok, Jawa Barat Senin, 4 April 2022.
Idris mempertanyakan indikator intoleran yang digunakan lembaga riset tersebut.
“Yang namanya riset itu enggak sembarangan, tapi ilmiah dan rasional, silakan diadu dengan riset-riset yang lain," ujarnya.
Idris meminta hasil riset tersebut dipaparkan kepada masyarakat dan metodologinya seperti apa.
"Apakah selama ini orang Depok toleran atau tidak terhadap minoritas, toleran enggak dengan lain suku. Selama ini enggak ada orang Betawi dengan orang Sunda berantem, enggak ada, itu kan konflik. Kalau misalnya persoalan Ahmadiyah, di mana titik intolerannya?" kata Idris.
Setara Institute
Pada 30 Maret lalu, Setara Institute merilis hasil riset bahwa Depok berada di urutan ke-93 dari 93 kota di Indonesia dalam penilaian Indeks Kota Toleran (IKT) 2021. Penilaian Indeks Kota toleran terdiri dari delapan indikator.
Penilaian tersebut antara lain Rencana Pembangunan, Kebijakan Diskriminatif, Peristiwa Intoleransi, Dinamika Masyarakat Sipil, Pernyataan Publik Pemerintah Kota, Tindakan Nyata Pemerintah Kota, Heterogenitas agama, dan Inklusi Sosial Keagamaan.
"Problem utama di Depok dua hal ya, itu sebenarnya bobotnya tinggi. Pertama adalah adanya produk-produk hukum yang diskriminatif, existing, dan efektif dijalankan pemerintah," ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani di Menteng, 30 Maret 2022.
Problem kedua, Wali Kota Depok pernah menginstruksikan penutupan Masjid Al Hidayah, yang disebut sebagai tempat ibadah Ahmadiyah, pada Oktober 2021. Selain itu, Ismail mengatakan warna religius di Kota Depok sangat didominasi oleh Islam.
Hal itu, kata Ismail, terlihat dari banyaknya ruang publik hingga sektor properti perumahan Islami. Menurut Ismail, hal tersebut sebagai bagian dari proses segregasi yang dipicu oleh kepemimpinan politik di tingkat lokal.
"Kita bisa melihat bagaimana tidak terbukanya kepala daerah Depok terhadap kemajemukan," kata Ismail.
Riset Depok menjadi kota Intoleran pasti ada musababnya, yakni tentang perizinan rumah ibadah. Walikota sekaligus Dosen Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Islam Negeri (UIN) ini mengatakan selalu memberikan surat keputusan (SK) pendirian gereja jika sudah disetujui oleh FKUB. Dirinya tidak pernah menolak. Selain itu Depok sempat dijadikan tempat berkumpul jamaah Ahmadiyah.
“Jadi indikasi intolerannya itu apa? Kalau MUI berani mencabut fatwa sesatnya Ahmadiyah silakan, ini kan fatwanya masih ada, ada SKB 3 Menteri, kami menjalankan itu,” kata Idris.
Wali Kota yang menang dua periode tersebut mengatakan pemerintah kota hanya menghentikan kegiatan penyebaran Ahmadiyah yang memang dilarang.
"Penyegelan itu mengantisipasi keamanan, sebab masyarakat sekitar enggak nyaman, justru kami jaga mereka. Kalau dibiarkan mereka diserang, kami akan kena UU HAM.” tutupnya.
- Penulis :
- Desi Wahyuni