
Pantau - Kasus baku tembak yang tewaskan Brigadir J alias Nopryansyah Yoshua Hutabarat menjadi sorotan publik termasuk Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Pihaknya menilai ada kejanggalan dari pengusutan kasus tersebut.
KontraS menyoroti enam kejanggalan dari beberapa kronologi yang disampaikan Polri. Bahkan pihaknya berpendapat ada beberapa peristiwa yang tidak masuk akal.
Adapun kejanggalan yang disoroti KontraS, yakni :
1. Terdapat disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar 2 hari;
2. Kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian;
3. Ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka;
4. Keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah;
5. CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi;
6. Keterangan Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses Olah TKP;
"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta terkait kasus kematian Brigadir J. Apalagi keberadaan Kadiv Propam tidak jelas pada saat peristiwa terjadi," kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, Kamis (14/7/2022).
Selain itu, ia juga menyebutkan adanya kejanggalan lain pada luka tembak Brigadir J.
"Belum lagi tentang keterangan luka tembak, ada perbedaan yang signifikan anatara pihak keluarga dengan Polri. Pihak keluarga mengatakan ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, dua di dada, satu di tangan dan satu di leher. Mereka juga katakan ada luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Sementara, Kepolisian menyebutkan bahwa ada tujuh luka dari lima tembakan," jelasnya.
Karena itu, KontraS menuntut 3 hal kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap fakta secara berkala pada publik dan menjamin transparansi dalam pengusutannya.
"Kami mendesak sejumlah pihak, untuk: Pertama, Kapolri menjamin independensi dan transparansi kepada tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta peristiwa serta menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi," tegasnya.
"Kedua, Kapolri menjamin ruang masukan, saran, serta penyampaian dari pihak keluarga korban untuk bebas dari tindakan intimidatif dan tekanan dalam bentuk lain guna mencari fakta seterang-terangnya," sambungnya.
Kemudian, yang ketiga Rivan meminta pengawasan eksternal Kepolisian. Seperti Kompolnas juga memastikan profesionalitas kelembagaan dalam pengusutan perkara dan meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bagi keluarga korban.
KontraS menyoroti enam kejanggalan dari beberapa kronologi yang disampaikan Polri. Bahkan pihaknya berpendapat ada beberapa peristiwa yang tidak masuk akal.
Adapun kejanggalan yang disoroti KontraS, yakni :
1. Terdapat disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik yakni sekitar 2 hari;
2. Kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak Kepolisian;
3. Ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian muka;
4. Keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah;
5. CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi;
6. Keterangan Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses Olah TKP;
"Kami menilai bahwa sejumlah kejanggalan tersebut merupakan indikasi penting bahwa Kepolisian terkesan menutup-nutupi dan mengaburkan fakta terkait kasus kematian Brigadir J. Apalagi keberadaan Kadiv Propam tidak jelas pada saat peristiwa terjadi," kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, Kamis (14/7/2022).
Selain itu, ia juga menyebutkan adanya kejanggalan lain pada luka tembak Brigadir J.
"Belum lagi tentang keterangan luka tembak, ada perbedaan yang signifikan anatara pihak keluarga dengan Polri. Pihak keluarga mengatakan ada empat luka tembak pada tubuh Brigadir J, dua di dada, satu di tangan dan satu di leher. Mereka juga katakan ada luka sayatan senjata tajam di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. Sementara, Kepolisian menyebutkan bahwa ada tujuh luka dari lima tembakan," jelasnya.
Karena itu, KontraS menuntut 3 hal kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap fakta secara berkala pada publik dan menjamin transparansi dalam pengusutannya.
"Kami mendesak sejumlah pihak, untuk: Pertama, Kapolri menjamin independensi dan transparansi kepada tim khusus yang bertugas untuk mengungkap fakta peristiwa serta menyampaikan secara berkala pada publik atas perkembangan yang terjadi," tegasnya.
"Kedua, Kapolri menjamin ruang masukan, saran, serta penyampaian dari pihak keluarga korban untuk bebas dari tindakan intimidatif dan tekanan dalam bentuk lain guna mencari fakta seterang-terangnya," sambungnya.
Kemudian, yang ketiga Rivan meminta pengawasan eksternal Kepolisian. Seperti Kompolnas juga memastikan profesionalitas kelembagaan dalam pengusutan perkara dan meminta perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bagi keluarga korban.
- Penulis :
- renalyaarifin