
Pantau - Pada hari ini, 76 tahun yang lalu, Megawati Soekarnoputri terlahir di Yogyakarta. Ia merupakan anak kedua dari sang proklamator sekaligus Presiden pertama RI, Soekarno dan Fatmawati.
Megawati mungkin merupakan satu-satunya anak dari Bung Karno yang memiliki karir politik cemerlang ketimbang saudara-saudaranya yang lain. Ia kerap menjadi simbol kezaliman di masa pemerintahan Orde Baru karena dikucilkan dalam dunia politik masa itu.
Megawati mengawali karir politiknya pada 1986, saat itu ia memutuskan untuk bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga peserta Pemilu pada masa Orde Baru setelah PPP dan Golkar.
Bergabungnya Megawati ke PDI turut mendongkrak suara partai yang identik dengan warna merah tersebut, dari 24 kursi di DPR pada tahun 1982 menjadi 40 kursi di Pemilu 1987.
Pada Pemilu 1992, suara PDI kembali meningkat menjadi 56 kursi DPR. Hal ini membuat pemerintah Orde Baru menilai kehadiran Megawati Soekarnoputri menjadi ancaman politik.
Megawati Soekarnoputri berhasil menang telak dalam pemilihan kursi Ketua Umum PDI pada tahun 1993. Namun, pemerintah Orde Baru berupaya mendongkel posisi Megawati dari kursi Ketua Umum melalui kongres di Medan pada tahun 1996 yang menempatkan Soerjadi sebagai Ketua Umum.
Peristiwa ini yang melatarbelakangi tragedi perebutan Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 yang terkenal dengan nama 'Kudatuli' (Kerusuhan 27 Juli).
Menurut penyelidikan Komnas HAM, terdapat 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, dan 136 orang ditahan dalam peristiwa tersebut.
Atas peristiwa tersebut, Megawati membentuk partai baru pada 1 Februari 1999 dengan menambahkan frasa "Perjuangan" di belakang nama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untuk membedakan dengan PDI yang didukung pemerintah Orde Baru dan mengikuti Pemilu 1999.
Megawati terpilih menjadi Ketua Umum PDIP dan diusung untuk menjadi calon presiden (capres) dalam Kongres yang berlangsung di Bali tersebut.
Saat situasi politik Indonesia bergolak di bulan Mei 1998. Megawati mengambil peranan untuk melakukan agenda reformasi. Ia berdampingan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, Amien Rais, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi kekuatan politik reformasi kala itu.
Pada Pemilu 1999, PDIP keluar menjadi pemenang setelah mendapatkan suara 33,12 persen dan berhasil meraih 153 kursi di DPR RI. Hal ini membuat publik beranggapan bahwa Megawati akan menjadi Presiden RI selanjutnya setelah era Orde Baru.
Namun, manuver politik dari Amien Rais menarik sejumlah partai-partai Islam membentuk Poros Tengah. Hal ini membuat langkah Megawati untuk menjadi Presiden RI harus terganjal. Dalam pemungutan suara yang dilakukan para anggota MPR RI, Megawati kalah dari Gus Dur. Ia harus puas menjadi Wakil Presiden RI.
Meski hanya menjadi Wapres, popularitas Megawati semakin melambung selama periode pemerintahannya. Hal ini tak lepas dari posisi PDIP yang menguasai mayoritas kursi parlemen.
Selain itu, Presiden Gus Dur kerap membuat kebijakan kontroversial. Salah satunya adalah mengeluarkan Dekrit Presiden Tahun 2001 yang membekukan MPR/DPR, Partai Golkar, dan mengembalikan mandat ke tangan rakyat.
Hal ini membuat MPR RI bereaksi keras dan menggelar Sidang Istimewa pada 23 Juli 2001 untuk memakzulkan Gus Dur sebagai Presiden dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 RI.
Dengan dilantiknya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur, hal ini menjadi sejarah ada Presiden wanita pertama dan masih menjadi satu-satunya hingga saat ini.
Pada masa pemerintahan Megawati, ia berhasil merumuskan sistem Pemilu proporsional terbuka yang memungkinkan rakyat mengenal wakilnya di DPR RI. Hal ini yang kemudian diterapkan pada Pemilu 2004.
Selain itu, pada masa pemerintahannya, juga muncul perumusan sistem pemilihan Presiden RI melalui sistem langsung dipilih rakyat. Meski ia tak menikmati hasil tersebut karena kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004.
Di bidang ekonomi, Megawati juga menerapkan kebijakan untuk mengakhiri kebijakan kerja sama dengan IMF (International Monetary Fund). Hal ini untuk memperkuat ekonomi makro dan mengatasi krisis moneter yang telah berlangsung sejak 1998.
Di bidang hukum, Megawati berfokus pada upaya pembenahan lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi. Hal ini yang kemudian melahirkan lembaga khusus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2003.
Selamat ulang tahun Bu Mega!
Megawati mungkin merupakan satu-satunya anak dari Bung Karno yang memiliki karir politik cemerlang ketimbang saudara-saudaranya yang lain. Ia kerap menjadi simbol kezaliman di masa pemerintahan Orde Baru karena dikucilkan dalam dunia politik masa itu.
Awal karir politik
Megawati mengawali karir politiknya pada 1986, saat itu ia memutuskan untuk bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga peserta Pemilu pada masa Orde Baru setelah PPP dan Golkar.
Bergabungnya Megawati ke PDI turut mendongkrak suara partai yang identik dengan warna merah tersebut, dari 24 kursi di DPR pada tahun 1982 menjadi 40 kursi di Pemilu 1987.
Pada Pemilu 1992, suara PDI kembali meningkat menjadi 56 kursi DPR. Hal ini membuat pemerintah Orde Baru menilai kehadiran Megawati Soekarnoputri menjadi ancaman politik.
Megawati Soekarnoputri berhasil menang telak dalam pemilihan kursi Ketua Umum PDI pada tahun 1993. Namun, pemerintah Orde Baru berupaya mendongkel posisi Megawati dari kursi Ketua Umum melalui kongres di Medan pada tahun 1996 yang menempatkan Soerjadi sebagai Ketua Umum.
Peristiwa ini yang melatarbelakangi tragedi perebutan Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 yang terkenal dengan nama 'Kudatuli' (Kerusuhan 27 Juli).
Menurut penyelidikan Komnas HAM, terdapat 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, dan 136 orang ditahan dalam peristiwa tersebut.
Atas peristiwa tersebut, Megawati membentuk partai baru pada 1 Februari 1999 dengan menambahkan frasa "Perjuangan" di belakang nama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untuk membedakan dengan PDI yang didukung pemerintah Orde Baru dan mengikuti Pemilu 1999.
Megawati terpilih menjadi Ketua Umum PDIP dan diusung untuk menjadi calon presiden (capres) dalam Kongres yang berlangsung di Bali tersebut.
Era Reformasi dan Wakil Presiden RI
Saat situasi politik Indonesia bergolak di bulan Mei 1998. Megawati mengambil peranan untuk melakukan agenda reformasi. Ia berdampingan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, Amien Rais, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi kekuatan politik reformasi kala itu.
Pada Pemilu 1999, PDIP keluar menjadi pemenang setelah mendapatkan suara 33,12 persen dan berhasil meraih 153 kursi di DPR RI. Hal ini membuat publik beranggapan bahwa Megawati akan menjadi Presiden RI selanjutnya setelah era Orde Baru.
Namun, manuver politik dari Amien Rais menarik sejumlah partai-partai Islam membentuk Poros Tengah. Hal ini membuat langkah Megawati untuk menjadi Presiden RI harus terganjal. Dalam pemungutan suara yang dilakukan para anggota MPR RI, Megawati kalah dari Gus Dur. Ia harus puas menjadi Wakil Presiden RI.
Meski hanya menjadi Wapres, popularitas Megawati semakin melambung selama periode pemerintahannya. Hal ini tak lepas dari posisi PDIP yang menguasai mayoritas kursi parlemen.
Selain itu, Presiden Gus Dur kerap membuat kebijakan kontroversial. Salah satunya adalah mengeluarkan Dekrit Presiden Tahun 2001 yang membekukan MPR/DPR, Partai Golkar, dan mengembalikan mandat ke tangan rakyat.
Hal ini membuat MPR RI bereaksi keras dan menggelar Sidang Istimewa pada 23 Juli 2001 untuk memakzulkan Gus Dur sebagai Presiden dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden ke-5 RI.
Presiden Wanita Pertama
Dengan dilantiknya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur, hal ini menjadi sejarah ada Presiden wanita pertama dan masih menjadi satu-satunya hingga saat ini.
Pada masa pemerintahan Megawati, ia berhasil merumuskan sistem Pemilu proporsional terbuka yang memungkinkan rakyat mengenal wakilnya di DPR RI. Hal ini yang kemudian diterapkan pada Pemilu 2004.
Selain itu, pada masa pemerintahannya, juga muncul perumusan sistem pemilihan Presiden RI melalui sistem langsung dipilih rakyat. Meski ia tak menikmati hasil tersebut karena kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004.
Di bidang ekonomi, Megawati juga menerapkan kebijakan untuk mengakhiri kebijakan kerja sama dengan IMF (International Monetary Fund). Hal ini untuk memperkuat ekonomi makro dan mengatasi krisis moneter yang telah berlangsung sejak 1998.
Di bidang hukum, Megawati berfokus pada upaya pembenahan lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi. Hal ini yang kemudian melahirkan lembaga khusus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2003.
Selamat ulang tahun Bu Mega!
- Penulis :
- Aditya Andreas