
Pantau - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, buka suara soal 2 perjanjian. Hal itu disampaikan Anies saat wawancara dengan motivator Merry Riana dalam akun YouTube Merry Riana.
Adapun 2 perjanjian yang melibatkan Anies, antara lain, pertama, perjanjian dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, terkait Pilpres. Kedua, perjanjian utang Rp50 miiar dengan Menparekraf, Sandiaga Uno saat Pilkada 2017.
Perjanjian Pilpres dengan Prabowo
Anies bercerita dirinya diajak jadi calon wakil presdien (cawapres) untuk mendampingi Prabowo pada Pilpres 2019. Anies menolak tawaran tersebut lantaran ingin komitmen dengan janjinya 5 tahun di Jakarta.
"Tahun 2018 saya diajak untuk menjadi wakil pasangannya pak Prabowo, saya sampaikan juga kepada beliau. 'Pak Prabowo, terima kasih atas undangannya ini sebuah kehormatan, tetapi saya punya komitmen untuk menyelesaikan di Jakarta selama 5 tahun'. Jadi saya rasa itu, dan memang kuncinya adalah menyelesaikan janji dengan warga Jakarta," ujar Anies, seperti dilihat, Minggu (12/2/2023).
Saat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2017, Anies berkomitmen menyelesaikan tugasnya selama 5 tahun di Jakarta. Karena itu, ia tidak mau mengikuti Pilpres 2019.
"Saya sampaikan pada waktu mulai bekerja bahwa saya akan fokus di Jakarta selama 5 tahun, dan sesudah Pilkada 2017 itu ada Pilpres 2019. Jadi saya sampaikan saya tidak akan tengok kanan kiri saya akan full 5 tahun di Jakarta karena itu saya tidak akan mengikuti Pilpres," katanya.
Namun, Anies tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta selesai. Ia mengatakan komitmen 5 tahun di Jakarta itu yang ada dalam perjanjian sehingga ia tidak akan mengikuti pilpres.
"Memang ketika ngobrol itu enggak nyebut tahun (tidak ikut Pilpres). Saya berjanji menyelesaikan (jabatan gubernur DKI) 5 tahun," kata Anies.
"Tidak ada menyebut 5 tahun sampai 2022, kemudian tidak akan ikut 1, 2 he-he-he. Ya kira-kira enggak gitu lah," lanjutnya.
Perjanjian Utang Rp50 Miliar dengan Sandiaga Uno
Anies mengakui adanya sumbangan Rp50 milir itu. Ia mengatakan saat Pilkada 2017 banyak sekali sumbangan untuk modal kampanye.
"Pada masa kampanye itu banyak sekali melakukan sumbangan, ada yang memberikan dukungan langsung apakah relawan. Nah kemudian ada pinjaman (Rp 50 miliar), sebenarnya bukan pinjaman tapi dukungan, yang pemberi dukungan ini meminta dicatat sebagai utang, jadi dukungan yang minta dicatat sebagai utang," ujar Anies.
Uang Rp50 miliar itu, kata Anies, bukan dari Sandiaga Uno. Ia menyebut pemberi itu sebagai pihak ketiga. Anies membeberkan isi perjanjian Rp50 miliar itu.
"Bila ini berhasil maka itu dicatat sebagai dukungan, bilang kita tidak berhasil dalam pilkada maka itu menjadi utang yang harus dikembalikan, jadi itu kan dukungan tuh, siapa penjaminnya? Yang menjamin Pak Sandi, jadi uangnya bukan dari Pak Sandi, jadi ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya menyatakan ada suratnya, surat pernyataan utang," jelasnya.
Anies mengatakan bahwa dalam surat itu disampaikan apabila dalam Pilkada 2017 itu kalah, ia dan Sandiaga berjanji akan mengembalikan uang tersebut. Tapi bila menang Pilkada maka uang tersebut dinyatakan bukan sebagai utang.
"Dalam surat itu disampaikan apabila pilkada kalah maka saya berjanji saya dan Pak Sandiaga ini berjanji mengembalikan, dan saya dan Pak Sandi yang tanda tangan. Apabila kita menang pilkada maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan tidak perlu jadinya selesailah. Jadi itulah yang terjadi, makanya begitu pilkada selesai menang selesai," katanya.
Anies menegaskan perjanjian Rp50 Miliar itu bukan sebuah utang yang harus dilunasi. Perjanjian itu sudah selesai.
"Jadi tidak ada sebuah utang yang hari ini harus dilunasi. Enggak ada. Karena ketika Pilkadanya selesai, ya selesai. Jadi, aneh ketika sekarang kita bicarakan soal ada utang yang belum selesai. Sudah selesai, karena perjanjiannya itu gini," tegasnya.
Adapun 2 perjanjian yang melibatkan Anies, antara lain, pertama, perjanjian dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, terkait Pilpres. Kedua, perjanjian utang Rp50 miiar dengan Menparekraf, Sandiaga Uno saat Pilkada 2017.
Perjanjian Pilpres dengan Prabowo
Anies bercerita dirinya diajak jadi calon wakil presdien (cawapres) untuk mendampingi Prabowo pada Pilpres 2019. Anies menolak tawaran tersebut lantaran ingin komitmen dengan janjinya 5 tahun di Jakarta.
"Tahun 2018 saya diajak untuk menjadi wakil pasangannya pak Prabowo, saya sampaikan juga kepada beliau. 'Pak Prabowo, terima kasih atas undangannya ini sebuah kehormatan, tetapi saya punya komitmen untuk menyelesaikan di Jakarta selama 5 tahun'. Jadi saya rasa itu, dan memang kuncinya adalah menyelesaikan janji dengan warga Jakarta," ujar Anies, seperti dilihat, Minggu (12/2/2023).
Saat terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2017, Anies berkomitmen menyelesaikan tugasnya selama 5 tahun di Jakarta. Karena itu, ia tidak mau mengikuti Pilpres 2019.
"Saya sampaikan pada waktu mulai bekerja bahwa saya akan fokus di Jakarta selama 5 tahun, dan sesudah Pilkada 2017 itu ada Pilpres 2019. Jadi saya sampaikan saya tidak akan tengok kanan kiri saya akan full 5 tahun di Jakarta karena itu saya tidak akan mengikuti Pilpres," katanya.
Namun, Anies tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta selesai. Ia mengatakan komitmen 5 tahun di Jakarta itu yang ada dalam perjanjian sehingga ia tidak akan mengikuti pilpres.
"Memang ketika ngobrol itu enggak nyebut tahun (tidak ikut Pilpres). Saya berjanji menyelesaikan (jabatan gubernur DKI) 5 tahun," kata Anies.
"Tidak ada menyebut 5 tahun sampai 2022, kemudian tidak akan ikut 1, 2 he-he-he. Ya kira-kira enggak gitu lah," lanjutnya.
Perjanjian Utang Rp50 Miliar dengan Sandiaga Uno
Anies mengakui adanya sumbangan Rp50 milir itu. Ia mengatakan saat Pilkada 2017 banyak sekali sumbangan untuk modal kampanye.
"Pada masa kampanye itu banyak sekali melakukan sumbangan, ada yang memberikan dukungan langsung apakah relawan. Nah kemudian ada pinjaman (Rp 50 miliar), sebenarnya bukan pinjaman tapi dukungan, yang pemberi dukungan ini meminta dicatat sebagai utang, jadi dukungan yang minta dicatat sebagai utang," ujar Anies.
Uang Rp50 miliar itu, kata Anies, bukan dari Sandiaga Uno. Ia menyebut pemberi itu sebagai pihak ketiga. Anies membeberkan isi perjanjian Rp50 miliar itu.
"Bila ini berhasil maka itu dicatat sebagai dukungan, bilang kita tidak berhasil dalam pilkada maka itu menjadi utang yang harus dikembalikan, jadi itu kan dukungan tuh, siapa penjaminnya? Yang menjamin Pak Sandi, jadi uangnya bukan dari Pak Sandi, jadi ada pihak ketiga yang mendukung, kemudian saya menyatakan ada suratnya, surat pernyataan utang," jelasnya.
Anies mengatakan bahwa dalam surat itu disampaikan apabila dalam Pilkada 2017 itu kalah, ia dan Sandiaga berjanji akan mengembalikan uang tersebut. Tapi bila menang Pilkada maka uang tersebut dinyatakan bukan sebagai utang.
"Dalam surat itu disampaikan apabila pilkada kalah maka saya berjanji saya dan Pak Sandiaga ini berjanji mengembalikan, dan saya dan Pak Sandi yang tanda tangan. Apabila kita menang pilkada maka ini dinyatakan sebagai bukan utang dan tidak perlu jadinya selesailah. Jadi itulah yang terjadi, makanya begitu pilkada selesai menang selesai," katanya.
Anies menegaskan perjanjian Rp50 Miliar itu bukan sebuah utang yang harus dilunasi. Perjanjian itu sudah selesai.
"Jadi tidak ada sebuah utang yang hari ini harus dilunasi. Enggak ada. Karena ketika Pilkadanya selesai, ya selesai. Jadi, aneh ketika sekarang kita bicarakan soal ada utang yang belum selesai. Sudah selesai, karena perjanjiannya itu gini," tegasnya.
- Penulis :
- Firdha Rizki Amalia