
Pantau - Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat kerja sama dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (27/3/2023). Komisi XI akan meminta penjelasan Sri Mulyani terkait transaksi mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.
Transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertambah menjadi Rp349 Triliun, sebelumnya Rp300 Triliun.
Awal mula temuan ini diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD pada Rabu 8 Maret 2023 ke publik. Mahfud menukil laporan PPATK bahwa terdapat transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun.
Sebelumnya, Kamis, 9 Maret 2023 pukul 08.00 WIB, Sri Mulyani menyebut Kementerian Keuangan tidak menerima adanya laporan dari PPATK seperti yang diungkap oleh Mahfud MD.
Pukul 09.00 WIB, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengirim surat dengan nomor SR/2748/AT.01.01/III/2023 tertanggal 7 Maret 2023. Namun, tidak tertera ada transaksi hingga Rp 300 triliun.
“Surat dengan lampiran 36 halaman berisi daftar 196 laporan PPATK ke Itjen Kemenkeu sejak 2009-2023, berisi daftar nomor surat dan nama pegawai terlapor, dan tidak lanjut Kemenkeu. Surat PPATK ini tidak mencantumkan data uang Rp 300 triliun,” Kata Menkeu Sri Mulyani, dikutip dari akun instagramnya, Selasa (21/3/2023).
Sri Mulyani pun merespons surat itu. Jumat 10 Maret 2023, Sri Mulyani mengutus Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh, Dirjen Pajak Suryo Utomo, Dirjen Bea Cukai Askolani, dan Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi bertemu Mahfud MD.
Hasil pertemuan antara Kemenkeu dan Mahfud sepakat bahwa temuan PPATK sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan bukan korupsi, namun transaksi yang berhubungan dengan tugas Kemenkeu, belakangan disebut sebagai dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sabtu 11 Maret 2023, Mahfud bertemu Sri Mulyani di gedung Kementerian Keuangan, untuk menjelaskan mengenai pernyataan terkait Rp300 triliun.
Sri menyebut, sebanyak 196 laporan PPATK sejak 2009-2023 bahkan sejak 2007, seluruhnya sudah ditindaklanjuti Itjen Kemenkeu.
Hingga pertemuan itu usai, Sri Mulyani mengaku masih belum menerima data Rp300 triliun dari PPATK. Ia kemudian meminta PPATK untuk menjelaskan ke publik secara detail dan transparan dan segera mengirim data ke Kementerian Keuangan.
Senin 13 Maret 2023, Kepala PPATK mengirim surat dengan nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023 kepada Sri Mulyani dengan lampiran 43 halaman, berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum dan Kementerian Keuangan sejak 2009-2023.
Dalam tabel tersebut tercantum nama, baik orang dan perusahaan dan nilai transaksi Rp 349,87 triliun, yang diduga terindikasi tindak pidana pencucian uang.
Selasa 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bersama Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan, menjelaskan kepada publik mengenai transaksi Rp300 triliun bukan data korupsi Kementerian Keuangan, namun nilai transaksi yang berindikasi adanya tindak pencucian uang yang berasal dari kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Sri Mulyani kemudian memerintahkan kepada jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), serta Itjen Kemenkeu untuk meneliti seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirimkan oleh PPATK.
Hasilnya, 99 surat terdapat angka transaksi Rp 74 triliun ditujukan ke aparat penegak hukum, baik itu Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan Agung.
Kemudian 65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp253 triliun dan 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi, dan individu/badan eksternal Kemenkeu.
Dari 300 surat yang dikirim PPATK, Sri Mulyani terperanjat dengan surat nomor SR/205/PR.01/V/2020 tertanggal 19 Mei 2020, dengan nilai transaksi Rp 189,27 triliun dari 15 entitas perusahaan.
DJP kemudian melakukan penelitian dan menerima tambahan informasi dari PPATK dalam surat PPATK nomor SR/595/PR.01/X/2020.
Penelitian transaksi sebesar Rp 189,27 triliun tersebut dilakukan bersama-sama antara DJP, DJBC, dan PPATK terkait tindak pidana pencucian uang melalui transaksi impor-ekspor emas dan money changer oleh 15 perusahan/perorangan pada periode 2017-2019.
“Hingga 2023 ini telah 17 kasus TPPU yang ditangani DJP yang menyelamatkan uang negara Rp 7,88 triliun dan 8 kasus TPPU yang ditangani DJBC dengan nilai Rp 1,1 triliun,” kata Sri Mulyani.
Transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bertambah menjadi Rp349 Triliun, sebelumnya Rp300 Triliun.
Awal mula temuan ini diungkap oleh Menkopolhukam Mahfud MD pada Rabu 8 Maret 2023 ke publik. Mahfud menukil laporan PPATK bahwa terdapat transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun.
Sebelumnya, Kamis, 9 Maret 2023 pukul 08.00 WIB, Sri Mulyani menyebut Kementerian Keuangan tidak menerima adanya laporan dari PPATK seperti yang diungkap oleh Mahfud MD.
Pukul 09.00 WIB, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengirim surat dengan nomor SR/2748/AT.01.01/III/2023 tertanggal 7 Maret 2023. Namun, tidak tertera ada transaksi hingga Rp 300 triliun.
“Surat dengan lampiran 36 halaman berisi daftar 196 laporan PPATK ke Itjen Kemenkeu sejak 2009-2023, berisi daftar nomor surat dan nama pegawai terlapor, dan tidak lanjut Kemenkeu. Surat PPATK ini tidak mencantumkan data uang Rp 300 triliun,” Kata Menkeu Sri Mulyani, dikutip dari akun instagramnya, Selasa (21/3/2023).
Sri Mulyani pun merespons surat itu. Jumat 10 Maret 2023, Sri Mulyani mengutus Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh, Dirjen Pajak Suryo Utomo, Dirjen Bea Cukai Askolani, dan Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi bertemu Mahfud MD.
Hasil pertemuan antara Kemenkeu dan Mahfud sepakat bahwa temuan PPATK sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan bukan korupsi, namun transaksi yang berhubungan dengan tugas Kemenkeu, belakangan disebut sebagai dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sabtu 11 Maret 2023, Mahfud bertemu Sri Mulyani di gedung Kementerian Keuangan, untuk menjelaskan mengenai pernyataan terkait Rp300 triliun.
Sri menyebut, sebanyak 196 laporan PPATK sejak 2009-2023 bahkan sejak 2007, seluruhnya sudah ditindaklanjuti Itjen Kemenkeu.
Hingga pertemuan itu usai, Sri Mulyani mengaku masih belum menerima data Rp300 triliun dari PPATK. Ia kemudian meminta PPATK untuk menjelaskan ke publik secara detail dan transparan dan segera mengirim data ke Kementerian Keuangan.
Senin 13 Maret 2023, Kepala PPATK mengirim surat dengan nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023 kepada Sri Mulyani dengan lampiran 43 halaman, berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada aparat penegak hukum dan Kementerian Keuangan sejak 2009-2023.
Dalam tabel tersebut tercantum nama, baik orang dan perusahaan dan nilai transaksi Rp 349,87 triliun, yang diduga terindikasi tindak pidana pencucian uang.
Selasa 14 Maret 2023, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bersama Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan, menjelaskan kepada publik mengenai transaksi Rp300 triliun bukan data korupsi Kementerian Keuangan, namun nilai transaksi yang berindikasi adanya tindak pencucian uang yang berasal dari kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
Sri Mulyani kemudian memerintahkan kepada jajaran Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), serta Itjen Kemenkeu untuk meneliti seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirimkan oleh PPATK.
Hasilnya, 99 surat terdapat angka transaksi Rp 74 triliun ditujukan ke aparat penegak hukum, baik itu Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan Agung.
Kemudian 65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp253 triliun dan 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi, dan individu/badan eksternal Kemenkeu.
Dari 300 surat yang dikirim PPATK, Sri Mulyani terperanjat dengan surat nomor SR/205/PR.01/V/2020 tertanggal 19 Mei 2020, dengan nilai transaksi Rp 189,27 triliun dari 15 entitas perusahaan.
DJP kemudian melakukan penelitian dan menerima tambahan informasi dari PPATK dalam surat PPATK nomor SR/595/PR.01/X/2020.
Penelitian transaksi sebesar Rp 189,27 triliun tersebut dilakukan bersama-sama antara DJP, DJBC, dan PPATK terkait tindak pidana pencucian uang melalui transaksi impor-ekspor emas dan money changer oleh 15 perusahan/perorangan pada periode 2017-2019.
“Hingga 2023 ini telah 17 kasus TPPU yang ditangani DJP yang menyelamatkan uang negara Rp 7,88 triliun dan 8 kasus TPPU yang ditangani DJBC dengan nilai Rp 1,1 triliun,” kata Sri Mulyani.
- Penulis :
- renalyaarifin