
Pantau - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berkomitmen menuntaskan tantangan terkait diskriminasi gender dalam peraturan dan kebijakan di daerah.
Sejak 2022, Kemen PPPA bekerja sama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Kementerian Hukum dan HAM melakukan analisis terhadap peraturan ataupun kebijakan yang dinilai diskriminatif dan dilakukan penyusunan rekomendasi tindak lanjutnya.
Baca juga: Vadel Badjideh Datangi KemenPPPA Terkait Laporan Nikita Mirzani
Rini menyebutkan, berdasarkan temuan Komnas Perempuan terhadap kebijakan daerah sepanjang tahun 2009-2024, dari 450 kebijakan diskriminatif, 56 persen diantaranya menyasar pada perempuan. terdapat 292 kebijakan yang masih berlaku dan 158 kebijakan yang tidak berlaku.
Berdasarkan dari alat analisis dan rekomendasi bersama sebanyak 292 kebijakan yang masih berlaku, sebagai besar terdiri dari:
- Ketertiban Umum/Sosial (prostitusi, pelacuran, gelandangan, penyakit masyarakat) sebanyak 101 kebijakan;
- Pengaturan busana/kontrol tubuh perempuan sebanyak 52 kebijakan;
- Larangan Ahmadiyah sebanyak 32 kebijakan;
- Qanun Aceh sebanyak 14 kebijakan;
- Kewajiban Baca Tulis Al-Quran sebanyak 60 kebijakan;
- Ketahanan Keluarga sebanyak 20 kebijakan;
- Kebebasan Beragama/Pengaturan Kehidupan Beragama sebanyak 11 kebijakan;
- Adminduk sebanyak 1 kebijakan; dan
- Tenaga Kerja sebanyak 1 kebijakan.
“Kemen PPPA sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tentang Percepatan Penyelenggaraan Pengarusutaaan Gender dalam Pembangunan Nasional, di dalamnya juga disampaikan terkait percepatan tindak lanjut analisis peraturan atau kebijakan daerah yang diskriminatif,” ujar Plt. Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Rini Handayani.
Baca juga: KemenPPPA Terbitkan Panduan Pencegahan Perkawinan Anak di Bawah Umur
“Langkah yang kami lakukan salah satunya adalah memperkuat kapasitas sumber daya manusia yang menyusun peraturan perundangan agar memahami parameter kesetaraan gender bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang memiliki tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan pelatihan masif kepada para penyusun kebijakan. Kedua, melalui Kementerian Dalam Negeri, kami juga memberikan rekomendasi terkait rancangan peraturan daerah yang diusulkan oleh pemerintah provinsi,” tutur Rini.
Dalam kesempatan tersebut, Komisioner Komnas Perempuan Tahun 2020-2024, Maria Ulfah Anshor menyebutkan, pihaknya menemukan 5 (lima) kategori kebijakan diskriminatif, yaitu (1) kriminalisasi terhadap perempuan yang mengatur mengenai ketertiban umum, pornografi, dan lain-lain; (2) pengaturan kontrol tubuh yang mengatur pembatasan/pemaksaan busana atas ajaran salah satu agama; (3) pengaturan pembatasan agama yang khususnya ditujukan kepada kelompok minoritas; (4) pengaturan kehidupan beragama berupa pemaksaan melakukan aktivitas ibadah berdasarkan ajaran pemahaman tertentu; dan (5) pengaturan tenaga kerja, misalnya buruh migran yang harus minta izin kepada suami dan ketiadaan perlindungan.
Baca juga: KemenPPPA Imbau Orang Tua agar Waspadai Modus Grooming Anak pada Game Online
“Menurut saya salah satu upaya paling krusial yang bisa mengubah peraturan daerah diskriminatif ini adalah mengenali cara diskriminasi bekerja. Tanpa hal ini, peraturan daerah diganti, direvisi, atau dicabut, tetapi cara pandangnya belum tuntas, terutama terkait ideologi. Seringkali ideologi menjadi landasan yang melahirkan peraturan daerah diskriminatif. Kemudian dari ideologi lahir sebuah aksi yang secara langsung maupun tidak langsung melakukan pembatasan atau pengabaian hak-hak warga negara. Lalu dari aksi tersebut ada itikad, baik yang memiliki niat/tujuan aksi ataupun tidak. Akibatnya ada kebijakan diskriminatif,” jelas Maria.
Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Roni Pratomo Yudistian, mengatakan pihaknya juga melakukan analisis produk hukum daerah dari sisi hak asasi manusia, menggunakan pisau analisis terhadap produk hukum daerah yang diduga diskriminatif yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2024.
“Peraturan ini menjadi rambu-rambu bagi perancang peraturan perundangan, baik di pusat maupun daerah. Kami juga memperhatikan hak kelompok rentan, termasuk perempuan. Kami memperhatikan prinsip persamaan substantif dan nondiskriminasi. Kami terlah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 yang menitikberatkan pada 4 kelompok sasaran, salah satunya perempuan. Namun, pemahaman antara pusat dan daerah mungkin berbeda, oleh karena itu langkah ke depan akan dilakukan bimbingan teknis untuk perancang dan analis hukum agar penyusunan dan analisis draft produk hukum daerah lebih berperspektif hak asasi manusia,” ujar Roni.
Baca juga: KemenPPPA Dorong Polres Tangsel Upayakan Diversi dalam Kasus Bullying Libatkan Anak di Bawah Umur
Kepala Sub Direktorat Wilayah I Direktorat Produk Hukum Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Slamet Endarto menyebutkan, pihaknya akan menindaklanjuti hasil analisis kebijakan diskriminatif yang telah disampaikan oleh Kemen PPPA, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Komnas Perempuan.
“Kami melakukan fasilitasi peraturan daerah atau peraturan kepala daerah di 38 provinsi melalui e-perda. Dalam hal memfasilitasi, kami memantau yang dilakukan oleh provinsi terkait perencanaan, pembahasaan, dan implementasi di masyarakat,” kata Slamet.
Sebagai rencana tindak lanjut tahun 2025 disampaikan oleh Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Kesetaraan Gender, Dian Ekawati akan diinisiasi Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yaitu Menteri PPPA, Menteri Hukum, Menteri Hak Asasi Manysia, dan Menteri Dalam Negeri tentang Tindaklanjut Rekomendasi Hasil Analisis Kebijakan Diskriminatif Gender, yang diharapkan akan mencegah munculnya kebijakan yang dinilai diskriminatif dan mendorong tercapainya kebijakan yang responsif gender dalam mendukung pembangunan Nasional.
Baca juga: KemenPPPA Dorong Pemerintah Kawal Kasus Kekerasan Seksual Guru Ngaji di Purwakarta
- Penulis :
- Wulandari Pramesti