Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kilas Balik Dinamika Pembahasan RUU KUHAP: Dari Deadlock ke Partisipasi Luas Publik

Oleh Peter Parinding
SHARE   :

Kilas Balik Dinamika Pembahasan RUU KUHAP: Dari Deadlock ke Partisipasi Luas Publik
Foto: Pembahasan RUU KUHAP kembali digelar secara terbuka dan partisipatif setelah mengalami mandek sejak 2012.

Pantau - Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kembali dibahas di DPR RI setelah melalui proses panjang sejak pertama kali diajukan pada tahun 2012.

Pembahasan awal RUU KUHAP dimulai melalui Amanat Presiden (Ampres) No. R57-87-Pres/12/2012, namun hanya sampai Pasal 1 dan berakhir deadlock.

Saat itu, rancangan mendapat kritik keras dari Indonesia Corruption Watch (ICW) karena menghapus tahapan penyelidikan dan memperkenalkan lembaga baru bernama Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP).

Pada tahun 2014, pembahasan RUU KUHAP ditunda karena DPR memprioritaskan RUU KUHP, dan naskah lama tidak bisa dilanjutkan karena pergantian tiga periode DPR.

Komisi III DPR RI periode 2024–2029 kembali menginisiasi penyusunan RUU KUHAP dengan menugaskan Badan Keahlian DPR menyusun naskah akademik (NA) dan draf RUU.

Terbuka, Transparan, dan Mengakomodasi Aspirasi

Penyusunan naskah akademik dilakukan secara inklusif melalui diskusi bersama aparat penegak hukum, LSM seperti ICJR, LeIP, dan IJRS, serta akademisi dari berbagai universitas.

Salah satu webinar yang diselenggarakan berhasil menjaring lebih dari 8.000 peserta melalui Zoom dan YouTube.

Komisi III juga mengadakan delapan kegiatan penyerapan aspirasi, termasuk rapat dengar pendapat (RDP) dan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Mahkamah Agung, advokat, serta organisasi masyarakat sipil seperti YLBHI, PBHI, Amnesty International, ICJR, dan AJI.

Beberapa poin penting dari hasil penyerapan aspirasi yaitu penolakan Mahkamah Agung terhadap konsep HPP, permintaan advokat soal pasal imunitas, dan permintaan AJI untuk menghapus ketentuan soal izin peliputan media.

Seluruh fraksi di DPR sepakat bahwa pasal penghinaan presiden sebaiknya diselesaikan melalui pendekatan restorative justice.

Pada 16 Februari 2025, Komisi III menyerahkan NA dan RUU ke Pimpinan DPR dan disepakati menjadi usul inisiatif DPR dalam sidang paripurna tanggal 18 Februari 2025.

Presiden kemudian mengirimkan surat penunjukan wakil pemerintah untuk pembahasan RUU KUHAP tertanggal 19 Maret 2025.

Pembahasan resmi di Komisi III DPR bersama pemerintah dijadwalkan dimulai dalam waktu dekat.

Seluruh rapat akan disiarkan secara terbuka melalui TV Parlemen dan publik diajak untuk terus mengawal proses legislasi ini.

Penulis :
Peter Parinding