
Pantau - Ketua majelis hakim Djuyamto yang sebelumnya memvonis lepas terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Djuyamto menjadi satu dari delapan orang yang terlibat dalam skandal suap vonis ontslag terhadap terdakwa korporasi kasus minyak goreng.
Dalam proses penyidikan, Kejagung menyita sejumlah barang dari Djuyamto berupa uang tunai sebesar Rp 48.750.000, 39.000 dolar Singapura, barang bukti elektronik, dan sebuah cincin bermata hijau.
Djuyamto sempat menitipkan sebuah tas berisi uang kepada satpam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, di mana uang tersebut ditutupi dua unit ponsel dan uang dalam mata uang asing.
Saat ditanya soal asal-usul cincin bermata hijau, Direktur Penyidikan Jampidsus Harli Siregar menyebut, "Mungkin dari tas itu".
Harli juga mengaku tidak mengetahui alasan Djuyamto menitipkan tas kepada satpam maupun asal-usul uang di dalamnya.
Terlibat Bagi-Bagi Uang Suap Bersama Hakim Lain
Djuyamto disebut menerima suap senilai Rp 6 miliar bersama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Arif telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, dan diketahui meminta uang Rp 60 miliar untuk mempengaruhi putusan perkara.
Uang suap tersebut kemudian dibagikan kepada para hakim dalam majelis yang menyidangkan perkara, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Ketiganya disebut mengetahui bahwa uang tersebut diterima untuk memastikan putusan vonis lepas terhadap terdakwa korporasi migor.
Selain mereka, tersangka lain dalam kasus ini adalah panitera Wahyu Gunawan, dua pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, serta seorang pejabat perusahaan, Muhammad Syafei dari Wilmar Group.
Kejagung menyatakan proses hukum terhadap para tersangka akan terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan.
- Penulis :
- Peter Parinding