billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Dorong Mutu Pendidikan Nonformal, Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjaminan Pesantren

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Dorong Mutu Pendidikan Nonformal, Majelis Masyayikh Susun Sistem Penjaminan Pesantren
Foto: Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin (tengah) (sumber: Majelis Masyayikh)

Pantau - Ketua Majelis Masyayikh Abdul Ghaffar Rozin menegaskan pentingnya penyusunan sistem penjaminan mutu bagi pendidikan nonformal pesantren guna menjawab tantangan disparitas tipologi dan standar yang sangat beragam di antara pesantren di Indonesia.

Rozin, yang akrab disapa Gus Rozin, menyebutkan bahwa sistem ini diperlukan karena adanya perbedaan mencolok antara pesantren berjenjang dan tidak berjenjang yang masing-masing memiliki pola dan ukuran mutu tersendiri.

"Tantangan terbesar kita adalah adanya disparitas, variasi, dan standar masing-masing pesantren yang sangat berbeda-beda dengan dua kategori yang juga berbeda, pesantren berjenjang dan tidak berjenjang," ujarnya.

Sistem Penjaminan Mutu Berpijak pada Nilai Pesantren

Gus Rozin menyampaikan bahwa pendidikan pesantren memiliki karakteristik unik yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan formal lainnya, menjadikannya sebagai model tersendiri dalam sistem pendidikan nasional.

Karakteristik tersebut mencakup pendekatan pembelajaran, pola asuh, serta standar penilaian yang tidak bisa disamakan dengan sekolah formal.

Oleh karena itu, penyusunan dokumen Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Eksternal (SPMI-SPME) menjadi langkah strategis yang kini tengah dilakukan oleh Majelis Masyayikh.

Langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang menegaskan kemandirian pesantren dalam sistem pendidikan.

Dokumen tersebut dirancang sebagai kerangka sistematis untuk meningkatkan mutu pendidikan nonformal sekaligus mempertahankan kekhasan pesantren.

Gus Rozin menegaskan bahwa sistem penjaminan mutu ini harus tetap berpijak pada nilai dasar pesantren.

"Selain keilmuan, kita secara serius mendudukkan bahwa cita-cita akhlak dan akidah, cita-cita, dan, karakter, menjadi prioritas pertama kita dalam menyusun sistem penjaminan mutu ini," katanya.

Ia juga berharap bahwa sistem ini dapat menjadi jalan bagi pengakuan negara terhadap pesantren, baik secara eksplisit maupun implisit.

Peran Guru dan Dukungan Pemerintah

Tak hanya menyoroti sistem, Gus Rozin juga menekankan pentingnya peningkatan kapasitas guru dalam memahami kitab kuning secara metodologis.

"Kitab kuning merupakan teks yang hidup, perlu dikembangkan dan dikaji secara metodologis, agar penjaminan mutu ini membuka kesadaran dan pola pikir tidak hanya kepada para santri lebih-lebih kepada para gurunya," katanya.

Sementara itu, Direktur Pesantren Kementerian Agama yang juga menjabat sebagai Kepala Sekretariat Majelis Masyayikh, Basnang Said, menegaskan komitmen pemerintah mendukung kebijakan pesantren.

"Kami berkomitmen dan akan terus mengawal kebijakan pesantren, apa yang menjadi hak dari pesantren para kiai dan santri," ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa santri dari pendidikan formal di pondok pesantren berhak mendapatkan ijazah sebagai bentuk pengakuan dari negara.

"Santri yang mengikuti pendidikan formal dengan belajar mulai pagi sampai siang lulus mendapatkan ijazah, artinya diakui negara," tambahnya.

Penulis :
Arian Mesa