
Pantau - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Singgih Januratmoko, menegaskan pentingnya evaluasi terhadap layanan syarikah dan perlindungan jamaah haji nonkuota sebagai bagian dari penyusunan Undang-Undang Haji yang baru.
Ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada kepastian perlindungan hukum bagi jamaah haji yang berangkat melalui jalur visa nonkuota seperti visa furoda atau mujamalah, lantaran belum ada payung hukum yang mengatur secara jelas.
Skema penggunaan visa nonkuota masih bersifat business to business antara travel Indonesia dan syarikah di Arab Saudi, tanpa keterlibatan langsung pemerintah.
"Memang kemarin itu bisnis ke bisnis, jadi pemerintah tidak ikut langsung dalam proses visa furoda," ujar Singgih dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
DPR Dorong Perlindungan Hukum Jamaah Nonkuota
DPR RI mendorong agar jamaah nonkuota tetap mendapatkan perlindungan hukum dan pelayanan yang layak, sama seperti jamaah reguler.
Menurut Singgih, selama ini ketidakhadiran regulasi membuat pemerintah terkesan tidak mampu memberikan perlindungan kepada jamaah haji nonkuota.
"Nanti insyaallah dalam undang-undang yang baru semua itu akan terwadahi," kata Singgih yang juga merupakan anggota Tim Pengawas Haji DPR RI.
Dalam penyelenggaraan haji tahun 2024, hanya satu syarikah yang menangani seluruh jamaah Indonesia, namun hal ini justru memicu berbagai permasalahan.
Untuk tahun 2025, Pemerintah Arab Saudi menetapkan delapan syarikah untuk menangani jamaah Indonesia, namun kebijakan ini menimbulkan persoalan baru, seperti terpisahnya penempatan jamaah dalam satu kloter.
"Kita berharap pelayanan membaik dengan delapan syarikah, tetapi ternyata justru menyebabkan jamaah dalam satu kloter bisa terpecah. Bahkan ada suami istri yang dipisah penempatannya," ujar Singgih.
Sistem Distribusi Jamaah Akan Diubah Berdasarkan Embarkasi
DPR telah melakukan koordinasi dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama untuk memperbaiki sistem distribusi jamaah.
Ke depan, distribusi jamaah akan didasarkan pada embarkasi, bukan lagi per kloter, agar satu rombongan ditangani oleh syarikah yang sama.
"Insyaallah nanti meskipun ada lebih dari satu syarikah, penanganannya akan berbasis embarkasi. Jadi, satu embarkasi ditangani satu syarikah agar suami istri dan keluarga tidak terpecah lagi," jelasnya.
- Penulis :
- Arian Mesa