
Pantau - Kalangan pelaku industri baja menekankan pentingnya ketegasan regulasi dan perlindungan pasar dalam negeri guna memperkuat daya saing industri baja nasional di tengah gempuran produk baja impor yang semakin membanjiri pasar.
Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), Fedaus, menyatakan bahwa industri baja nasional telah mengalami transformasi signifikan melalui efisiensi operasional, digitalisasi sistem, dan adopsi praktik ramah lingkungan.
"Namun, bila baja impor terus masuk tanpa kontrol yang memadai, dan produk-produk non-standar yang tidak dilengkapi dengan SNI maupun TKDN yang sesuai regulasi masih bebas beredar di pasar, ini adalah persaingan yang tidak adil".
Seruan untuk Keberpihakan dan Keadilan Pasar
Fedaus menegaskan bahwa pelaku industri tidak menolak perdagangan terbuka, tetapi yang dibutuhkan adalah keadilan dan keberpihakan kebijakan terhadap industri dalam negeri.
Industri baja dinilai sebagai tulang punggung pembangunan nasional, dan tanpa dukungan konkret, cita-cita Indonesia menjadi negara industri maju akan sulit tercapai.
"Kita tidak bisa bicara hilirisasi atau industrialisasi 2045 jika fondasi industrinya, yakni baja, tidak berdiri kuat di negeri sendiri. Inilah saatnya keberpihakan itu diwujudkan, bukan sekadar diwacanakan".
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin, menambahkan bahwa industri baja nasional saat ini tergopoh-gopoh menghadapi derasnya arus baja impor.
Permintaan dalam negeri juga mengalami penurunan akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
Ia menekankan perlunya penertiban pasar agar produk-produk baja tidak standar atau besi banci tidak bebas beredar di pasar gelap.
"Selain itu, saya berharap ada pengaturan agar baja yang sudah mampu diproduksi dalam negeri tidak lagi diimpor sehingga daya saing industri baja nasional dapat makin meningkat".
Perlu Arah Kebijakan Tegas dari Pemerintah
Terkait program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Saleh menyatakan regulasinya sudah tersedia, namun implementasinya masih lemah.
Agar baja nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, ia menyerukan perlunya penegasan langsung dalam rapat kabinet terbatas oleh Presiden Prabowo.
"Hal ini agar belanja APBN, APBD, dan BUMN wajib menggunakan baja produksi dalam negeri".
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan kapasitas produksi baja nasional saat ini berada di angka 17 juta ton per tahun.
Sementara kebutuhan domestik pada 2025 diperkirakan mencapai 21 juta ton, menciptakan kesenjangan yang masih harus ditutup dengan impor.
Jika tidak dikelola secara strategis, proyeksi kebutuhan baja Indonesia pada 2045 yang diperkirakan mencapai 100 juta ton per tahun dapat memperbesar ketergantungan terhadap baja luar negeri.
- Penulis :
- Balian Godfrey