
Pantau - Pemerintah memperkuat dan memperluas cakupan sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2025, menggantikan Perpres sebelumnya Nomor 44 Tahun 2020.
ISPO bertujuan memastikan pengelolaan usaha kelapa sawit berjalan secara berkelanjutan, baik dari sisi ekonomi, sosial budaya, maupun lingkungan, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perluasan ruang lingkup mencakup sektor hulu hingga hilir, termasuk industri olahan dan bioenergi, dengan melibatkan koordinasi tiga kementerian: Pertanian, Perindustrian, dan ESDM.
Sertifikasi untuk Konsumen dan Pasar Global
Sertifikat ISPO menjadi jaminan tertulis bahwa produk sawit berasal dari sumber yang memenuhi prinsip keberlanjutan.
Kementerian Perindustrian kini tengah menyiapkan skema sertifikasi ISPO untuk sektor hilir guna memastikan bahwa produk olahan yang dikonsumsi masyarakat memiliki jejak keberlanjutan yang jelas (traceability).
Saat ini, hanya sekitar 10 persen minyak sawit mentah (CPO) yang diekspor, sementara sisanya dalam bentuk produk turunan, sehingga sertifikasi hilir menjadi penting dalam menjawab tuntutan pasar global terhadap produk sawit berkelanjutan.
ISPO sektor hilir dianggap memiliki nilai setara dengan sertifikasi halal karena memberi kepercayaan kepada konsumen.
Dari 190 jenis produk hilir sawit, hanya yang memiliki potensi pasar besar dan volume tinggi yang akan menjadi prioritas dalam sertifikasi.
Skema Baru dan Kelembagaan Diperkuat
Restrukturisasi kelembagaan ISPO turut dilakukan, di mana Dewan Pengarah dihapus dan Ketua Komite ISPO kini dijabat langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Gapki mengusulkan pembentukan Pelaksana Harian Komite ISPO agar pelaksanaan teknis dan administratif bisa berjalan lebih efektif.
Perubahan kebijakan ini juga menetapkan skema pembiayaan baru, di mana pelaku usaha, terutama pekebun rakyat, dapat difasilitasi melalui APBN, APBD, dan Badan Pengelola Dana Perkebunan.
Hingga Februari 2025, tercatat 1.157 pelaku usaha telah memperoleh sertifikasi ISPO, mencakup total lahan 6,2 juta hektare, dengan komposisi 84 persen perusahaan swasta, 9 persen BUMN, dan 7 persen pekebun rakyat.
Pelaku usaha yang tidak mematuhi ketentuan ISPO dapat dikenai sanksi administratif mulai dari teguran hingga pemberhentian usaha sementara.
- Penulis :
- Balian Godfrey