Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DEN dan BPS Evaluasi Ulang Metode Hitung Kemiskinan, Menunggu Persetujuan Presiden Prabowo

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

DEN dan BPS Evaluasi Ulang Metode Hitung Kemiskinan, Menunggu Persetujuan Presiden Prabowo
Foto: Luhut dorong revisi garis kemiskinan nasional, sebut pendekatan lama tak lagi relevan(Sumber: ANTARA/Imamatul Silfia)

Pantau - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mendorong revisi metode penghitungan garis kemiskinan nasional agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.

Ia menyatakan bahwa evaluasi sudah dimulai dan DEN siap menyampaikan laporan kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Sudah kami bicarakan sejak beberapa waktu lalu, bahwa kita harus merevisi angka ini. Bukan menandakan tidak baik, tapi memang angka ini perubahannya harus betul-betul dilihat lagi," ujarnya.

DEN saat ini tengah berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap angka garis kemiskinan yang digunakan pemerintah.

Luhut menegaskan bahwa Presiden Prabowo akan menjadi pihak yang mengumumkan angka garis kemiskinan baru setelah hasil evaluasi disetujui.

Meski tidak menyebutkan target waktu penyelesaian revisi, Luhut mengklaim bahwa data yang dibutuhkan sudah lengkap.

Ia juga menegaskan bahwa isu kemiskinan, seperti halnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan food estate, merupakan masalah yang bisa diselesaikan.

Metodologi Global Diubah, Persentase Kemiskinan Indonesia Naik Tajam Versi Bank Dunia

Dorongan untuk merevisi penghitungan kemiskinan muncul di tengah perubahan metodologi global oleh Bank Dunia.

Dalam laporan June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform, Bank Dunia mengganti pendekatan purchasing power parity (PPP) dari tahun 2017 ke 2021.

Dengan standar baru ini, garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah ke atas naik dari 6,85 dolar AS menjadi 8,30 dolar AS per hari.

Perubahan tersebut menyebabkan persentase penduduk miskin Indonesia versi Bank Dunia melonjak menjadi 68,25 persen.

BPS sebelumnya telah menjelaskan bahwa pendekatan Bank Dunia berbeda dari metode yang digunakan pemerintah Indonesia.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa PPP digunakan untuk menyetarakan daya beli antarnegara, dan angka yang dipakai merupakan median dari 37 negara.

Selain itu, nilai dolar AS yang digunakan bukanlah kurs riil saat ini.

Sebaliknya, pemerintah Indonesia menggunakan pendekatan pengeluaran minimum penduduk untuk kebutuhan dasar makanan dan non-makanan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan dua kali setahun.

Ekonom Minta Pembaruan Metode, Nilai Garis Kemiskinan Dinilai Terlalu Rendah

Sejumlah ekonom menyarankan agar BPS memperbarui metode pengukuran kemiskinan nasional.

Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, menyebut pendekatan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial dan ekonomi saat ini.

Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan bahwa garis kemiskinan yang digunakan pemerintah Indonesia terlalu rendah, dan perlu disesuaikan secara bertahap dengan pendekatan Bank Dunia.

Penulis :
Balian Godfrey