Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR RI Jadwalkan Pemanggilan Mendagri, Gubernur Aceh dan Sumut Bahas Sengketa Empat Pulau

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

DPR RI Jadwalkan Pemanggilan Mendagri, Gubernur Aceh dan Sumut Bahas Sengketa Empat Pulau
Foto: DPR RI akan panggil pejabat pusat dan daerah untuk mediasi sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara(Sumber: ANTARA/HO-Diskominfo Sumut).

Pantau - Komisi II DPR RI akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk membahas sengketa wilayah empat pulau yang menjadi polemik antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dan Bupati Tapanuli Tengah Masinto Pasaribu juga akan dipanggil untuk duduk bersama mencari penyelesaian yang adil dan damai.

"Segera kami jadwalkan, ya. Sekarang (DPR RI) masih reses," ujar anggota Komisi II DPR RI Bahtra Banong.

Pemanggilan tersebut akan dilakukan setelah masa reses DPR RI berakhir, yaitu pada 23 Juni 2025.

Dorong Penyelesaian Kekeluargaan dan Sesuai Aturan

Komisi II DPR RI berkomitmen untuk memfasilitasi pertemuan antara Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, serta pemerintah kabupaten terkait guna mencari solusi berbasis asas kekeluargaan dan persatuan.

"Komisi II DPR RI akan fasilitasi pertemuan Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Pemkab Aceh Singkil dan Pemkab Tapanuli Tengah untuk duduk bersama mencari solusi yang tepat dengan asas kekeluargaan dan persatuan," jelas Bahtra Banong.

Ia juga menekankan pentingnya penyelesaian yang musyawarah, holistik, adil, partisipatif, serta menghindari provokasi dan politisasi.

"Terutama sesuai mekanisme peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan tanpa provokasi perpecahan, apalagi digiring ke ranah isu politik," ia menegaskan.

Bahtra menyampaikan bahwa sengketa ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyangkut identitas, sejarah, ekonomi, dan sosial masyarakat setempat.

Usulan Penundaan dan Klarifikasi Kepmendagri

Untuk menghindari konflik berkepanjangan, Bahtra mengajukan empat langkah penyelesaian, yakni:

Penundaan pelaksanaan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 hingga dilakukan klarifikasi lapangan.

"Revisi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 jika terbukti secara yuridis dan historis bahwa empat pulau tersebut milik Aceh."

Pembentukan Tim Klarifikasi Wilayah oleh Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan DPR RI.

Pelibatan masyarakat lokal dan lembaga adat Aceh dalam proses verifikasi.

Ia mengingatkan bahwa Kepmendagri tidak boleh bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dan sejumlah peraturan lain yang mengatur kekhususan Aceh.

"Negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa (termasuk Aceh), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang mengatur batas wilayah negara," ujarnya.

"Termasuk, perbatasan antarprovinsi, wilayah laut, dan pulau-pulau kecil; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA); serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2009 tentang Pemerintah Aceh," tambahnya.

Sengketa wilayah serupa juga pernah terjadi di daerah lain, seperti Pulau Talan dan Pulau Babi (NTT-Maluku), Muara Sungai Tambangan (Kalteng-Kalsel), dan Pulau Semak Daun serta Pulau Cipir (Jakarta-Banten).

Penulis :
Balian Godfrey