
Pantau - Kementerian Sosial melalui Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemensos menyalurkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepada 25 penyandang disabilitas perajin batik dari Rumah Kinasih, Blitar, Jawa Timur, sebagai bentuk dukungan konkret terhadap produktivitas dan kemandirian kelompok rentan.
Bahan Baku untuk Perajin, Dukung Produktivitas dan Rehabilitasi
Bantuan yang diberikan berupa bahan baku membatik senilai Rp37.125.000 kepada Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang aktif berkarya di Rumah Kinasih.
Bantuan disalurkan oleh DWP Kemensos bekerja sama dengan Sentra Prof. Dr. Soeharso Solo.
Penasihat I DWP Kemensos, Fatma Saifullah Yusuf, menyampaikan bahwa program ATENSI merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam mendukung pemberdayaan masyarakat, khususnya penyandang disabilitas.
"Program ATENSI menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam mendukung keberlangsungan hidup dan pemberdayaan masyarakat yang membutuhkan, termasuk para penyandang disabilitas," ujarnya.
Tujuan bantuan ini adalah untuk memperkuat semangat produktivitas dan mendorong kemandirian para penyandang disabilitas di Rumah Kinasih.
Rumah Kinasih berdiri sejak 2017 sebagai pusat pelatihan, rehabilitasi, dan kewirausahaan inklusif yang fokus pada produksi batik ciprat.
Produk batik ciprat yang dihasilkan meliputi kain batik, busana, dompet, dan tas.
Bukti Kemandirian, Dari Aib Jadi Aset
Rumah Kinasih saat ini membina 52 penyandang disabilitas, mayoritas dengan disabilitas mental, lansia terlantar, dan warga dengan persoalan hukum dari berbagai daerah seperti Blitar, Jombang, Surabaya, hingga Kalimantan.
Lebih dari 20 orang tinggal menetap di Rumah Kinasih karena tidak memiliki keluarga yang merawat mereka.
Kegiatan harian meliputi pelatihan membatik, pembiasaan ibadah, kebersihan lingkungan, serta program Bina Diri.
Setiap hari, para perajin mampu memproduksi lima hingga enam lembar kain batik.
Meski pendapatan fluktuatif, sebagian besar dari mereka telah menjadi tulang punggung keluarga.
Yuni, penyandang disabilitas daksa, mampu membeli sepeda motor tunai dan memiliki tabungan sebesar Rp9 juta.
Contoh lain, Harianto, berhasil membantu renovasi rumah keluarga berkat hasil membatiknya.
Edi Cahyono, pendiri Rumah Kinasih, mengatakan bahwa para penghuni yang dahulu dianggap beban, kini justru menjadi kebanggaan keluarga.
"Banyak dari mereka yang dulu dianggap aib keluarga, kini menjadi aset yang membanggakan," ungkapnya.
Ia berharap masyarakat membeli batik ciprat bukan karena belas kasihan, tetapi karena kualitas seni dan produknya yang tinggi.
Untuk mendukung promosi dan pemberdayaan, Kementerian Sosial telah menerbitkan Kepmensos Nomor 50 Tahun 2025 yang mewajibkan seluruh pegawai Kemensos mengenakan batik ciprat pada hari tertentu.
"Matur suwun sanget (terima kasih banyak) atas bantuan dan perhatian dari Ibu Fatma Saifullah Yusuf dan jajaran Kemensos. Ini menjadi modal penting bagi teman-teman disabilitas untuk menatap masa depan yang lebih baik," ujar Edi.
DWP Kemensos juga meninjau langsung proses produksi batik ciprat dan mengapresiasi ketelatenan para pengrajin, termasuk penyandang disabilitas mental.
Produk batik ciprat dinilai memiliki nilai ekonomi dan artistik tinggi yang layak bersaing di pasar luas.
- Penulis :
- Aditya Yohan