
Pantau - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menyatakan bahwa pihaknya akan menambah jumlah petugas pembimbing pemasyarakatan sebagai langkah strategis menyambut penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada 2 Januari 2026.
"Tentu saja, kami akan terus berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian maupun dari Kementerian PANRB (Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi)", ujarnya.
Peran Strategis Pembimbing Pemasyarakatan di Era KUHP Baru
Agus menegaskan bahwa pembimbing pemasyarakatan akan memiliki peran yang jauh lebih besar dalam sistem hukum pidana baru.
"Kita siapkan petugas pembimbing pemasyarakatan yang tadi masih kurang, kita akan persiapkan untuk ditambah, kemudian persiapkan pelatihannya, sehingga mereka nanti pada saat menjalankan tugas, dari mulai saat penyelidikan sampai dengan mendapatkan hukuman, ini adalah pekerjaan petugas pembimbing pemasyarakatan", tegasnya.
Ia juga menyebut kemungkinan pemberian pelatihan tambahan serta insentif bagi para pembimbing pemasyarakatan sebagai bentuk dukungan terhadap tugas berat yang akan mereka emban.
Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Dewan Guru Besar UI sekaligus penyusun KUHP baru, menyatakan bahwa saat ini jumlah pembimbing pemasyarakatan hanya sekitar 2.571 orang.
Menurutnya, pasca implementasi KUHP baru, jumlah ideal pembimbing pemasyarakatan seharusnya mencapai sekitar 7.800 orang.
"Mohon dengan hormat agar ditambah teman-teman PK karena tugasnya berat sekali. Perlu saya sampaikan juga bahwa bukan hanya pidana kerja sosial yang akan menjadi tugas dari teman-teman PK, tapi juga ada pidana pengawasan dan tindakan. Tindakan ini banyak sekali yang kita rumuskan di dalam KUHP", ungkapnya.
Paradigma Baru Hukum Pidana dan Peran PK
Prof. Harkristuti menjelaskan bahwa KUHP baru yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 disusun melalui proses panjang selama sekitar 57 tahun.
Salah satu perubahan penting dalam KUHP baru adalah pengenalan tiga bentuk pidana alternatif selain pidana penjara, yaitu pidana kerja sosial, pidana pengawasan, dan pidana denda.
"Yang pertama adalah pidana kerja sosial, yang kedua pidana pengawasan, yang ketiga adalah pidana denda. Jadi ini adalah merefleksikan paradigma baru di dalam hukum pidana kita", katanya.
Paradigma baru ini bertujuan mengurangi kepadatan penghuni lembaga pemasyarakatan dan memberikan bentuk hukuman yang lebih bermakna.
"Mereka tetap berada di dalam masyarakat dan juga mendapat terus bimbingan dari para pembimbing kemasyarakatan", tambahnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan