billboard mobile
HOME  ⁄  Nasional

Komnas HAM Sambut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu sebagai Langkah Progresif bagi Hak Asasi

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Komnas HAM Sambut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu sebagai Langkah Progresif bagi Hak Asasi
Foto: Komnas HAM Sambut Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu sebagai Langkah Progresif bagi Hak (Sumber: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc/aa.)

Pantau - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal merupakan langkah progresif dalam mewujudkan pemilu yang lebih ramah hak asasi manusia (HAM).

Beban Kerja Petugas TPS Akan Berkurang

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menegaskan bahwa putusan MK tersebut mencerminkan kehadiran negara dalam menjamin hak hidup dan kesehatan petugas pemilu.

"Keputusan ini akan membagi beban kerja petugas, terutama saat pemungutan suara di TPS," ungkapnya.

Komnas HAM menyoroti bahwa pelaksanaan pemilu serentak lima kotak pada 2019 dan 2024 telah menyebabkan tingginya angka kecelakaan kerja di kalangan petugas TPS.

Proses penghitungan lima surat suara sering berlangsung hingga pagi hari, sementara waktu istirahat petugas sangat terbatas.

Selain faktor fisik, beban kerja itu juga diperparah oleh tekanan psikis dari pendukung peserta pemilu dan kekhawatiran terhadap kesalahan teknis.

Komnas HAM menilai pemisahan pemilu akan memperpendek waktu kerja, mengurangi beban, dan memberikan waktu istirahat yang lebih layak bagi para petugas.

Pemisahan Pemilu Dinilai Perkuat Rasionalitas Pemilih

Pemisahan jadwal pemilu juga dianggap memberi ruang bagi pemilih untuk mendapatkan informasi yang lebih berkualitas.

Menurut Komnas HAM, saat pemilu nasional, pemilih bisa fokus pada isu-isu nasional, sedangkan pada pemilu lokal mereka dapat memahami lebih dalam soal kebijakan dan pembangunan daerah.

"Pemilih yang terinformasi baik akan lebih rasional dan tidak mudah terpengaruh oleh sentimen SARA maupun hoaks," jelas Anis.

Putusan MK ini merupakan hasil dari pengabulan sebagian permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 26 Juni 2025.

MK memutuskan bahwa pemilu lokal digelar 2 hingga 2,5 tahun setelah pelantikan pejabat hasil pemilu nasional.

Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa kompleksitas teknis dan sempitnya waktu rekapitulasi suara pada pemilu serentak 2019 telah menyebabkan banyak petugas jatuh sakit bahkan meninggal dunia.

Selain itu, MK juga menyoroti bahwa isu pembangunan daerah sering tenggelam oleh dominasi isu nasional dalam pemilu gabungan.


 

Penulis :
Ahmad Yusuf