Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wakil Ketua Baleg Dukung Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu, Dorong Revisi UU Secara Omnibus Law

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Wakil Ketua Baleg Dukung Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu, Dorong Revisi UU Secara Omnibus Law
Foto: Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli (sumber: DPR RI)

Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemisahan pelaksanaan pemilu pusat dan daerah, dengan jeda waktu maksimal 2 tahun 6 bulan antara keduanya.

Putusan ini mendapat dukungan dari Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, yang menilai keputusan tersebut dapat memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia.

Dukungan Terhadap Pemisahan Pemilu

Ahmad Doli Kurnia menyatakan bahwa pemisahan pemilu akan lebih ideal, termasuk pemisahan antara pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), sebagaimana dilakukan pada tahun 2004.

"Saya dalam posisi secara pribadi mendukung putusan MK itu, bahkan sebenernya kalau bicara tentang serentak, lebih ideal lagi juga kalau pilpres dan pileg-nya dipisah, seperti 2004," ungkapnya.

Menurut Doli, pelaksanaan pemilu secara serentak berpotensi memperdalam praktik politik yang pragmatis dan mengabaikan isu-isu lokal yang krusial.

"Jadi kampanye yang dilakukan kepala daerah ya berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan, menjadi tidak ditanggapi serius oleh masyarakat. Bahayanya dampaknya adalah itu adalah bagian yang memperkuat praktik pragmatisme pemilu," ia menambahkan.

Dorongan Revisi Undang-Undang dan Kritik terhadap MK

Doli menilai bahwa keputusan MK tersebut secara tidak langsung menuntut perubahan besar terhadap sistem hukum pemilu di Indonesia melalui pendekatan omnibus law.

"Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk mengubah, merevisi UU ini secara omnibus law. Semuanya. Jadi pelan-pelan putusan MK yang dicicil-cicil ini ya kan, ini mendorong pada akhirnya berkonsekuensi dengan pembahasan UU yang bermetodologi omnibus law. Makanya menurut saya, ini harus menjadi perhatian kita semua dan harus memang diubah," jelasnya.

Namun, ia juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap peran Mahkamah Konstitusi yang dinilainya mulai melampaui kewenangan konstitusional.

"Jadi kekhawatiran saya selama ini saya mengatakan bahwa MK seakan sebagai pembentuk UU ketiga, ya semakin kuat. Padahal UUD 1945 kita mengatakan pembentuk UU cuma dua, pemerintah dan DPR. Nah, jadi ini yang saya kira menjadi catatan," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa pelaksanaan pemilu secara serentak pada 2024 menimbulkan kerumitan teknis dan kejenuhan di masyarakat, sehingga pengaturan ulang jadwal pemilu menjadi hal yang mendesak untuk dikaji.

"Saya termasuk orang yang setuju karena saya dari awal ya meminta kepada kita semua untuk mengkaji ulang soal keserentakan (pemilu), jadi yang saya setujui itu judul besarnya adalah pengaturan keserentakan pemilu. Karena apa? Karena Pemilu tahun 2024 kemarin yang baru pertama kali kita lakukan, itu dilaksanakan secara bersamaan dan berdekatan antara tiga jenis Pemilu," pungkasnya.

Penulis :
Shila Glorya