
Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menegaskan, demokrasi harus menjamin keterlibatan publik dalam prosesnya, bukan sekadar mengejar hasil akhir. Pernyataan ini ia sampaikan dalam Forum Seminar Tematik Bakohumas bertajuk Meaningful Public Participation, yang digelar di Kompleks DPR RI, Kamis (10/7/2025).
“Democracy is not about result, but about rule of game. Kita ini jangan bicara hasil dulu, tapi metodenya seperti apa. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi bermakna adalah alatnya,” ujar Willy dalam forum tersebut di Gedung Nusantara, Senayan, dikutip Jumat (11/7/2025).
Ia menyoroti pentingnya membangun demokrasi berdasarkan kejujuran proses dan keterbukaan. Menurutnya, partisipasi publik tidak bisa berjalan tanpa sistem yang transparan dan akuntabel. Praktik demokrasi deliberatif menjadi pijakan utama yang, menurut Willy, membedakan Indonesia dari negara Barat.
Willy menyebut bahwa model demokrasi Indonesia mengakar kuat pada nilai musyawarah. Sistem ini bukan semata adu suara, tetapi juga ruang dialog antara berbagai kelompok masyarakat dengan pemerintah. Ia menegaskan, demokrasi Indonesia harus mencerminkan kearifan lokal dan sejarah sosial bangsa.
“Demokrasi kita adalah deliberative democracy. Ini bukan demokrasi menang-menangan, tapi demokrasi yang menyamping, yang berdialog, bukan gontok-gontokan,” jelas politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Soroti Penyusunan UU TPKS
Sebagai contoh konkret, Willy mengangkat proses penyusunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Dalam prosesnya, ia mengaku bertemu langsung dengan lebih dari seratus kelompok masyarakat untuk menyerap aspirasi. Pendekatan ini ia nilai sebagai praktik partisipasi publik yang autentik dan membuahkan hasil legislasi yang kuat secara substansi.
“Waktu itu ada 110 kelompok kepentingan yang saya temui satu per satu. Saya tanya: kalian mau apa? Duduk, kita cari titik temunya,” tuturnya.
Komitmen terhadap transparansi juga ditunjukkan DPR melalui siaran langsung sidang-sidang legislasi di TV Parlemen dan media sosial. Willy menyebut keterbukaan sebagai syarat mutlak agar publik memahami jalannya proses pembuatan undang-undang dan tidak berprasangka terhadap keputusan DPR.
“Sekarang semua sidang DPR saya minta live. Tidak ada lagi yang ditutupi. Transparansi itu penting agar masyarakat bisa mengakses prosesnya,” tambahnya.
Menjelang akhir sesi, ia mengajak publik menengok praktik parlemen modern dari negara lain. Ia mencontohkan sistem pemungutan suara transparan di Bundestag Jerman dan aplikasi e-legislation milik Korea Selatan sebagai alat bantu modernisasi DPR.
“Gedung Parlemen Jerman itu transparan, voting-nya seperti bangjo (warnanya) merah, kuning, hijau. Semua anggota dewan keluar, ketahuan jelas siapa yang pilih apa,” pungkasnya.
- Penulis :
- Khalied Malvino