
Pantau - Fenomena hujan di bulan Juni dan Juli yang kini kerap terjadi di berbagai wilayah Indonesia menandai pergeseran pola musim dari kemarau kering menjadi kemarau basah, membuka peluang besar bagi sektor pertanian jika dikelola dengan baik.
Hujan di Musim Kemarau Bukan Lagi Anomali
Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, yang menggambarkan hujan sebagai peristiwa langka di tengah kemarau panjang, dinilai mulai kehilangan relevansinya.
Pada periode 1960-an hingga 1990-an, bulan Juni identik dengan awal musim kemarau yang berlangsung hingga Agustus atau bahkan September.
Hujan kala itu menjadi fenomena langka yang dikenang penuh romantisme.
Namun kini, hujan di bulan Juni hingga Juli sudah menjadi hal lumrah.
Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 2 Juni 2025 menyebutkan bahwa musim kemarau tahun ini diperkirakan berlangsung lebih pendek di sebagian besar wilayah Indonesia, seperti Jawa, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara.
Sebaliknya, musim kemarau lebih panjang hanya terjadi di sebagian kecil wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua.
Ahli meteorologi dari IPB University, Sonni Setiawan, menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas sunspot atau bintik matahari.
Aktivitas sunspot yang tinggi memancarkan lebih banyak partikel energi ke Bumi, mempercepat proses kondensasi dan pembentukan awan, sehingga meningkatkan frekuensi hujan.
Peluang Tingkatkan Produksi Pertanian
Dalam konteks pertanian, hujan di musim kemarau bukan semata ancaman, melainkan peluang besar—tergantung pada bagaimana petani dan pemangku kepentingan menyesuaikan strategi mereka.
Air hujan bisa menyuburkan tanah, mempercepat pertumbuhan tanaman, dan menambah cadangan air, khususnya di wilayah yang kerap dilanda kekeringan.
Namun, hujan berlebih tetap dapat menimbulkan banjir atau gagal panen jika tidak diantisipasi dengan pengelolaan yang tepat.
Musim kemarau yang dibarengi hujan—disebut kemarau basah—justru menyediakan tambahan pasokan air alami di saat biasanya terjadi kekurangan.
Kondisi ini menjadi peluang strategis untuk meningkatkan produktivitas pertanian, asalkan direncanakan secara cermat dan kolaboratif oleh petani, pemerintah, penyuluh, dan pihak terkait lainnya.
Petani yang siap bergerak hanya butuh sedikit dorongan dan dukungan. Mari bergerak untuk kedaulatan pangan, kesejahteraan petani, dan masa depan bangsa.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf