billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menteri P2MI Puji Jatim Sebagai Satu-Satunya Provinsi dengan Perda Pelindungan Buruh Migran

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Menteri P2MI Puji Jatim Sebagai Satu-Satunya Provinsi dengan Perda Pelindungan Buruh Migran
Foto: Menteri P2MI Puji Jatim Sebagai Satu-Satunya Provinsi dengan Perda Pelindungan Buruh Migran(Sumber: ANTARA/HO-Biro Adpim Jatim/am..)

Pantau - Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, memuji Pemerintah Provinsi Jawa Timur karena menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang memiliki peraturan daerah khusus terkait pelindungan buruh migran.

Jatim Dinilai Berpihak pada PMI, Targetkan 70 Ribu Penempatan Tahun Ini

Dalam kunjungan kerja ke Jawa Timur, Karding menyebut provinsi tersebut sebagai contoh konkret keberpihakan daerah terhadap warganya yang bekerja di luar negeri.

Ia mengapresiasi komitmen Pemprov Jatim dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI), termasuk upaya pencegahan penempatan non-prosedural melalui edukasi hingga ke tingkat desa.

Kementerian P2MI menargetkan peningkatan kualitas penempatan PMI dan terus berupaya meminimalisasi kekerasan serta praktik perdagangan orang terhadap buruh migran.

Karding juga menyebut bahwa remitansi dari PMI menjadi sumber devisa signifikan, yakni Rp253,3 triliun pada tahun 2024 dan ditargetkan naik menjadi Rp439 triliun pada 2025.

Data menunjukkan Jawa Timur masih menjadi provinsi dengan jumlah penempatan PMI tertinggi di Indonesia.

Pada Januari–Februari 2025, tercatat 11.265 PMI diberangkatkan dari Jatim, dan jumlah tersebut diproyeksikan meningkat menjadi 70.422 orang sepanjang tahun ini.

Bahas Shelter dan Pembekalan PMI Sebelum Keberangkatan

Dalam pertemuan bersama Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, dibahas langkah konkret pelindungan PMI, termasuk rencana penyediaan shelter di negara tujuan seperti Taiwan dan Hong Kong.

Khofifah menekankan pentingnya shelter sebagai ruang komunikasi, tempat berbagi pengalaman, serta dukungan psikososial bagi para PMI di luar negeri.

Ia juga menyoroti perlunya pembekalan keterampilan dan kemampuan bahasa sebelum keberangkatan, melalui kerja sama dengan LPK, BLK, dan komunitas sipil berdasarkan kebutuhan pasar global.

Menurut Khofifah, pelindungan terhadap PMI tidak boleh berhenti saat mereka bekerja di luar negeri, tetapi juga harus dilakukan saat mereka kembali ke Indonesia.

PMI yang telah pulang diharapkan tetap produktif, bisa menjadi pelatih, pelaku UMKM, atau penggerak ekonomi lokal di daerah asalnya.

Penulis :
Aditya Yohan