
Pantau - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat tata kelola pupuk bersubsidi di sektor perikanan guna memastikan program ini berjalan tepat sasaran dan berkelanjutan.
Langkah ini diwujudkan melalui pelaksanaan konsultasi publik di Surabaya, Jawa Timur, yang dihadiri perwakilan lintas kementerian dan lembaga seperti Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, PT Pupuk Indonesia Holding Company, serta Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur dan tujuh kabupaten sekitarnya.
Konsultasi publik tersebut menjadi bagian strategis dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Sektor Perikanan.
“Penetapan pupuk bersubsidi tidak hanya diberikan kepada sektor pertanian, tetapi juga menyasar pembudidaya ikan skala kecil,” ungkap perwakilan KKP dalam kegiatan tersebut.
Kepastian Alokasi dan Penguatan Regulasi
Pemerintah menunjukkan keberpihakan pada sektor perikanan melalui terbitnya Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 yang menjamin kepastian alokasi pupuk bersubsidi bagi pembudidaya ikan.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025 mengatur pelaksanaan teknis atas Perpres tersebut, sementara KKP tengah menyusun peraturan teknis untuk mendukung efektivitas implementasi di lapangan.
“KKP kini tengah melakukan finalisasi peraturan teknis pelaksanaan tata kelola pupuk bersubsidi di sektor perikanan untuk mendukung efektivitasnya,” ujar pejabat KKP.
Tata kelola ini mencakup tujuh aspek penting, yakni perencanaan, pengadaan, penyaluran, penebusan, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan.
Distribusi pupuk bersubsidi juga diwajibkan memenuhi prinsip 7T: tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, dan tepat penerima.
Syarat Penerima dan Fokus pada Pembudidaya Skala Kecil
Sasaran penerima pupuk bersubsidi adalah pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembenihan dan/atau pembesaran dengan teknologi sederhana serta batasan luas lahan tertentu.
Untuk pembenihan ikan air tawar, batas maksimum lahan adalah 0,75 hektare, sedangkan pembesaran maksimal 2 hektare.
Sementara itu, untuk pembenihan ikan air payau maksimal 0,5 hektare dan pembesaran maksimal 5 hektare.
Penerima juga harus memiliki Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA) elektronik, terdaftar di portal data kelautan dan perikanan, tergabung dalam Pokdakan berbadan hukum atau terdaftar di dinas kelautan dan perikanan, serta tercatat dalam e-RDKK Perikanan.
“Lokasi usaha bukan di laut atau di perairan darat dan bukan budidaya minapadi,” ungkap perwakilan KKP saat menjelaskan syarat tambahan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pentingnya pengelolaan budidaya perikanan secara berkelanjutan.
“Budidaya merupakan masa depan sektor perikanan,” ia mengungkapkan, “Tata kelola budidaya harus sesuai prinsip berkelanjutan agar tidak hanya mengejar produktivitas, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan keberlangsungan sosial masyarakat.”
- Penulis :
- Arian Mesa